NILAI TUKAR RUPIAH
TERHADAP DOLLAR AS
( DORNBUSCH
STICKY PRICE MODEL )
ABSTRACT
This research want to analyzed about relation
between Rupiah exchange rate to US Dollar and Foreign Exchange Market
Efficiency. The Model in this research is Dornbusch Sticky Price Models and
Mortingale Models with applying Error Correction Model.
The result of this research show that money
supply statistically gives the influence Rupiah fluctuation in the short run,
but national income and price are not. In the long run analysis, the result is
that money supply and national income significantly influences Rupiah fluctuation.
And still the same with short run analysis, the price is not significantly
influenced. Estimation with Error Correction Model shows that the probability
value of ECT is close to zero, it means that the model is valid.
In foreign exchange market, this research find
that market is not efficient. This conclusion is base on the value of expected
exchange rate is not same with spot rate. So to make exchange rate expectation
needs other variables beside interest rate and spot rate.
Keywords : Exchange Rate , Sticky Price, Efficiency Market Hypothesis
- PENDAHULUAN
Perkembangan globalisasi perekonomian dunia berlangsung sangat
cepat, hal tesebut ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian. Salah
satu dampak yang muncul dari proses globalisasi, yaitu peningkatan arus
investasi dalam valuta asing baik berupa capital in-flow maupun capital
out-flow.
Berbicara tentang valuta asing tidak terlepas dari pasar valuta
asing, yang didefinisikan sebagai suatu bentuk pasar keuangan dimana mata uang
asing dipertukarkan satu sama lain.. Menurut Eitmann (Rasmo
Saimun, 1998) ada tiga fungsi utama pasar valuta asing, yaitu : (1)Transfer
of purchasing power, fungsi perpindahan daya beli dalam transaksi valuta
asing internasional. (2)Provision of credit, fungsi penyediaan kredit
untuk transaksi dagang internasional. (3)Minimizing foreign exchange risk,
minimisasi resiko fluktuasi valuta asing antara lain dalam bentuk hedging.
Peristiwa dibidang ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun
1997 di kawasan Asia adalah krisis ekonomi yang terutama sekali
"menghantam" nilai tukar mata uang negara-negara di Asia dan
mempengaruhi pasar valuta asing. Akibatnya nilai tukar beberapa mata uang di
Asia mengalamidepresiasi yang sangat tajam terhadap dollar AS.
Dampak krisis nilai tukar dirasakan sangat buruk bagi perekonomian Indonesia,
pada akhir tahun 1997 nilai tukar rupiah terhadap dollar AS turun sebesar
85,46%. Akibatnya sektor-sektor ekonomi "menjadi lumpuh", hal ini dapat
dilihat dari berberapa indikator makro ekonomi.
Karakteristik negara Indonesia sebagai "small and open
economi", menganut sistem devisa bebas dan ditambah dengan penerapan
sistem nilai tukar mengambang (free floating exchange rate system)
menyebabkan pergerakan nilai tukar rupiah di pasar uang menjadi rentan oleh
pengaruh faktor ekonomi dan non-ekonomi. Untuk mengurangi gejolak nilai tukar
yang berlebihan, maka pelaksanaak intervensi oleh Bank Indonesia dalam pasau
uang menjadi sangat penting untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Kestabilan
nilai tukar akan memberikan kepastian bagi pelaku-pelaku ekonomi dalam
melakukan usahanya yang pada abkhirnya berdampak pada stabilitas secara makro.
Upaya pengendalian nilai tukar rupiah tidak selalu diartikan
pada penekanan "range" fluktuasi dalam interval yang sangat
sempit, tetapi upaya stabilisasi nilai tukar rupiah lebih diartikan menjaga
nilai tukar rupiah yang bergerak dengan teratur (uncertainly manner).
Oleh karena itu, apabila nilai tukar rupiah berfluktuasi sangat tajam karena
faktor "uncertainly", maka diperlukan "guidance"
dari otoritas moneter dengan melakukan intervensi.
Uraian di atas menunjukkan pentingnya kestabilan nilai tukar
rupiah dalam kaitannya dengan kestabilan perekonomian secara makro. Hal ini
tampak pada perubahan sasaran/ target dalam kebijakan moneter oleh pemerintah.
Sasaran utama Bank Indonesia sebelumnya ada 2, yaitu : jumlah uang beredar dan
inflasi, sekarang hanya difokuskan pada kestabilan nilai tukar rupiah.
II. LANDASAN TEORI
2.1. Pasar Valuta Asing
Pasar valuta asingmerupakan suatu bentuk pasar keuangan dimana
valuta asing dipertukarkan satu dengan lainnya, yang dikenal dengan transaksi
valuta asing (foreign exchange transaction ). Dalam pasar tersebut
terdapat 3 jenis transaksi valuta asing, yaitu : (Mudrajat Kuntjoro, 1966 ).
- Spot Transaction, transaksi dalam valuta asing yang penyerahannya
dilakukan dengan segera dengan jangka waktu maksimal 2 hari setelah
tanggal transaksi. Pada transaksi jenis ini, nilai kurs ditentukan pada saat
terjadinya kontrak
- Forward Transaction, transaksi valuta asing dimana penyerahannya dilakukan
pada tanggal tertentu yang telah disetujui, dengan nilai kurs ditentukan
pada saat kontrak.
- Future Transaction, transaksi valuta asing yang mirip dengan forward
transaction, tetapi dalam masa "maturity" terjadi
penyesuaian nilai kurs yang disesuaikan dengan kurs pasar.
Pemahaman mengenai tinggi rendahnya nilai tukar akan
mempengaruhi tindakan yang akan diambil oleh pelaku-pelaku ekonomi dalam pasar
valuta asing, apakah akan membeli, menjual atau menahan sementara waktu untuk
mendapatkan keuntungan dari fluktuasi nilai tukar. Dalam berbagai literatur
dijelaskan banyak faktor yang mempengaruhi fluktuasi nilai tukar. Menurut Mc.
Donald dan Taylor (1992 ), faktor-faktor yang
mempengaruhi fluktiasi nilai tukar adalah variable-variabel ekonomi yang
mempengaruhi fundamental ekonomi suatu negara. Variabel tersebut meliputi :
jumlah uang beredar, suku bunga dan tingkat output riil. Sedangkan Jeff
Madura(Sjamsul Arifin, 1998 ) menjelaskan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi nilai tukar ada 3 macam, yaitu :
a.
Faktor Fundamental, berkaitan dengan indikator ekonomi
b.
Faktor Teknis, berkaitan dengan kondisi permintaan dan penawaran valuta asing
c. Faktor Sentimen Pasar, berkaitan dengan
rumor yang bersifat insidentil yang dapat mempengaruhi fluktuasi nilai tukar
valuta asing dalam jangka pendek.
2.2. Sistem Nilai Tukar
Pemilihan sistem nilai tukar pada dasarnya didasarkan pada
beberapa pertimbangan, diantaranya : tingkat keterbukaan perekonomian suatu
negara terhadap perekonomian dunia ; tingkat kemandirian kebijakan ekonomi
suatu negara dan aktivitas perekonomian suatu negara. Pada dasarnya system
penentuan nilai tukar dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu ( Camarazza
dan Aziz, 1997 ).
a. Sistem Kurs Tetap ( fixed exchange rate )
Dalam sistem ini, nilai tukar suatu valuta terhadap valuta yang
lain ditentukan/ "dipatok" oleh Bank Sentral. Nilai tukar suatu
valuta di pasar valuta asing sama dengan nilai tukar yang ditentukan oleh Bank
Sentral. Sehingga untuk menjaga agar nilainya tetap, maka Bank Sentral
melakukan intervensi ( membeli/ menjual valuta ) di pasar valuta asing. Hal
yang perlu diperhatikan adalah kecukupan cadangan devisa yang dimiliki.
b. Sistem Mengambang Terkendali ( managed floating
exchange rate )
Nilai tukar valuta dalam sistem ini ditentukan oleh pasar valuta
dan band intervention yang ditetapkan oleh Bank Sentral.
Artinya, nilai tukar ditentukan oleh pasar ( suplly dan demand valuta ) tetapi
pergerakannya dibatasi oleh rentang intervensi yang ditetapkan oleh Bank
Sentral. Sehingga Bank Sentral harus menjaga supaya nilai tukar berada pada
rentang intervensi, apabila nilai tukar bergerak melebihi rentang intervensi
yang ditentukan, maka Bank Sentral akan melakukan intervensi dengan menambah
supply valuta sehingga nilainya dapat bergerak kembali dalam rentang
intervensi. Sebaliknya bila nilai tukar berada di bawah rentang intervensi,
maka Bank Sentral akan menambah demand valuta.
c. Sistem Kurs Bebas ( free exchange rate )
Istilah lain yang digunakan adalahfloating exchange rate,
yaitu nilai tukar valuta asing ditentukan oleh pasar berdasarkan kekuatan tarik
menarik antara supply dan demand valuta asing. Pada sistem ini Bank Sentral
tidak melakukan campur tangan dalam mempengaruhi nilai tukar (pada kenyataannya
sangat sulit ). Ada dua pengertian dalam floatingexchange rate,
yaitu : (1)clean float : nilai tukar sepenuhnya dibiarkan bebas
tanpa campur tangan dari Bank Sentral, (2) dirty float : pemerintah
ikut serta (relatif kecil ) dalam pasar valuta asing, misalnya dengan
mengurangi distorsi.
2.3. Pendekatan Nilai Tukar
Menurut Mudrajat (
1996 ), metoda pendekatan nilai tukar dibagi menjadi 4 ( empat ) pendekatan
yaitu :
a. Pendekatan Neraca Pembayaran ( Balance Payment
Approach Approach )
Metoda ini menekankan pada konsep aliran ( flow concept ),
sehingga nilai tukar valuta asing ditentukan oleh aliran permintaan dan
penawaran valuta. Pada metoda ini, fluktuasi nilai tukar disebabkan oleh
faktor-faktor yang mempengaruhi neraca pembayaran, dan diformulasikan sebagai
berikut :
BOP t = C ( Pt / St Pt*,
Yt / Yt*, Zt ) + K ( Rt –
Rt*)
Persamaan di atas menunjukkan, bahwa keseimbangan nilai tukar
ditentukan oleh jumlah total neraca pembayaran, yaitu : penjumlahan rekening
transaksi berjalan dengan rekening modal.
Equilibrium nilai tukar mengambang penuh, sehingga keseimbangan
neraca pembayaran dijaga oleh penyesuaian nilai tukar secara terus menerus.
Persamaan nilai tukar dapat diformulasikan
st = h ( p – p* ) t + a (y
– y* ) t – l ( r – r* ) t
b. Pendekatan Paritas Daya Beli ( Purchasing Power
Parity Approach)
Konsep dasar metoda Paritas Daya Beli merupakan teori untuk
menghitung nilai tukar valuta asing yang dinyatakan dengan rasio tingkat harga
suatu negara dengan negara lain.
Teori paritas daya beli mempunyai 2 (dua) pengertian, yaitu
absolut dan relatif. Secara absolut, teori ini menyatakan bahwa
keseimbangan nilai valuta asing merupakan harga relatif dalam negeri terhadap
harga relatif luar negeri, formulanya dapat dituliskan sebagai berikut :
st = Pt / Pt *
dimana
: st = nilai tukar valuta asing
Pt
= tingkat harga dalam negeri
Pt*
= tingkat barga luar negri
Sedangkan pengertian secara relatif, nilai valuta
asing dinyatakan sebagai prosentase perubahan tingkat harga domestik terhadap
prosentase perubahan tingkat harga luar negeri, formulanya dituliskan sebagai
berikut :
% D st = % D Pt / % D Pt*
dimana
: % D st = prosentase perubahan nilai tukar
% D Pt
= prosentase perubahan tingkat harga domestik
% D Pt*
= prosentase perubahan tingkat harga luar negeri
c. Pendekatan Moneter ( Monetary Approach )
Pendekatan Moneter terhadap valuta asing dapat digolongkan
menjadi 2 (dua) model, yaitu : versi harga luwes ( flexible price monetary
model ) dan versi harga kaku ( sticky price monetary model ).
- Versi Harga Luwes
Terdapat 3 (tiga) faktor utama yang menjadi dasar dari versi
ini, yaitu Teori Kuantitas, Keluwesan Harga dan konsep Paritas Daya Beli.
Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah kondisi keseimbangan pasar, yaitu
permintaan uang ( m d) sama dengan penawaran uang (
m s ). Permintaan uang dipengaruhi oleh pendapatan riil (
y ), tingkat harga ( p ) dan tingkat bunga ( r ), sedangkan penawaran uang
adalah given. Ekuilibrium pasar dapat dituliskan :
m s t = p t + a y t - l r t .................................
(1)
m s t * = p t *
+ a * y t * - l * r t *
................................ (2)
Sedangkan
Paritas Daya Beli dalam jangka pendek dapat dituliskan :
s t = Pt - Pt *
.................................. (3)
Penawaran uang dalam negeri akan menentukan tingkat harga dalam
negeri, sehingga nilai tukar valuta asing ditentukan oleh penawaran uang dalam
negeri. Substitusikan persamaan (1) dan (2) ke persamaan (3), sehingga
diperoleh persamaan dasar Model Moneter Harga Luwes sebagai berikut :
s t = ( m s - m s *
) t - a y t + a *
y t * + l r t - l *
r t *
Dari
persamaan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa nilai tukar ditentukan oleh
jumlah uang beredar, pendapatan riil dan tingkat bunga.
- Versi Harga Kaku.
Dalam pendekatan moneter, terdapat perubahan 2 (dua) asumsi
dengan memasukkan ketegaran harga ( Keynesian ). Pertama, penawaran
uang setiap negara adalah endogen. Hal ini berarti penawaran uang dipengaruhi
secara positif oleh tingkat bunga pasar, sehingga kondisi keseimbangan pasar
uang menjadi :
m s t + d r t =
p t + a y t - l r t
m s t *
+ d r t * = p t *
+ a * y t * - l * r t *
dimana :
m s t dan
m s t * = komponen eksogen dari penawaran
uang
d r t dan d r t *
= menunjukkan bahwa penawaran uang sensitif
terhadap
tingkat bunga
p t , a y t ,
p t * , a * y t * =
menunjukkan komponen permintaan uang
Kedua, kondisi Paritas Daya
Beli hanya berlaku dalam jangka panjang ( pada Harga Luwes asumsinya jangka
pendek ), dan dapat diformulasikan sebagai berikut :
s t ‘ = Pt - Pt *
Sedangkan
perubahan nilai tukar valuta asing yang diharapkan diasumsikan mengikuti bentuk
:
D set+1 = q ( st ‘
- st ) + ( p e t + p e t *)
Dari persamaan tersebut dapat dinyatakan, bahwa jika nilai tukar
valuta asing pada saat transaksi dilakukan ( spot exchange rate )
berada di bawah tingkat keseimbangan jangka panjang, maka nilai valuta domestik
akan mengalami penurunan. Sebaliknya, apabila nilai tukar berada di atas
keseimbangan, maka nilai valuta domestik akan naik. Sedangkan perbedaan inflasi
yang diharapkan akan menyebabkan penurunan nilai tukar valuta yang diharapkan.
Jadi dengan model pendekatan Moneter Versi Harga Kaku dapat
dihitung pengharapan nilai tukar valuta ( expected spot exchange rate )
dengan menggabungkan informasi dan ekuilibrium pasar dengan pengaruh tingkat
inflasi yang diharapkan (expected inflation ).
Model dasar pendekatan Moneter Versi Harga Kaku mengenai nilai
tukar dapat dituliskan sebagai berikut :
s t = (m – m*)t – a (y
– y*)t + (d + l - 1/ q) (r – r*) t +
(1/q) (pe- pe* )t
d. Pendekatan Keseimbangan Portofolio ( Portofolio
Balance Approach )
Pada metoda ini, faktor yang menentukan nilai tukar adalah
permintaan dan penawaran asset finansial, misalnya : obligasi. Asumsi yang
digunakan, bahwa investor/ pelaku pasar valuta akan memilih portofolio yang
optimal diantara berbagai asset baik domestik maupun asing. Pemilihan tersebut
dimaksudkan untuk menghindari/ mengurangi resiko kerugian dari transaksi
valuta, atau untuk mendapatkan keuntungan yang optimal. Pendekatan ini memberi
tekanan pada peranan asset dan memandang bahwa asset mempunyai sifat substitusi
yang tidak sempurna.
Dalam bentuk yang sederhana, pendekatan keseimbangan portofolio
menentukan model nilai tukar yang dipengaruhi oleh faktor : asset finansial dan
tingkat bunga internasional. Faktor asset finansial ( W ) dibagi dalam 3 (tiga)
bentuk asset, yaitu : penawaran uang domestik ( M ), obligasi domestik ( B )
dan obligasi luar negeri ( fB ). Sehingga persamaan nilai tukar valuta asing
adalah :
st t = g ( M t ,
B t , fB t , r*t )
Diasumsikan
bahwa r*t merupakan tingkat bunga internasional yang ditentukan
oleh pasar asset internasional, sehingga :
r*t = (M t *, B t *,
fB* t )
Substitusikan
persamaan (4) dengan (5) sehingga dihasilkan :
st t = g ( M t ,
M t *, B t, B t *,
fB t , fB t * )
Persamaan
di atas menunjukkan hubungan antara nilai tukar valuta asing dan penawaran
asset melalui perubahan stok asset.
III. PENELITIAN SEBELUMNYA.
Frankel ( 1976 ) melakukan uji empiris mengenai hubungan antara
jumlah uang beredar, tingkat harga, expected echange rate dan
nilai tukar. Studi dilakukan terhadap negara Jerman tentang mata uang Deutch
Mark dan US Dollar dalam perode 1920 – 1923 pada saat terjadi hiperinflasi.
Model yang digunakan adalah :
s t = ( m – m* ) t –
( f y t – f * y*t ) + l D s e t
Hasil studi menunjukkan bahwa Kebijakan Moneter memainkan
peranan yang sangat penting dalam penentuan nilai tukar valuta asing. Artinya,
variabel-variabel moneter (jumlah uang beredar dan tingkat harga) mempengaruhi
pergerakan nilai tukar.
Studi tersebut kemudian dikembangkan oleh Mac Donald dan Taylor (
1992 ) dengan memasukkan Teori Harapan Rasional ( rational expectation
theory ) yang dikembangkan oleh Lucas dan Sargent.
Asumsi yang digunakan, bahwa pelaku-pelaku ekonomi mendasari diri pada seluruh
informasi yang tersedia ( diartikan variabel moneter yang mempengaruhi nilai
tukar ) dalam mengambil keputusannya. Model yang digunakan :
s t = ( 1 + l ) –1 (
m – m* ) t – ((1 + l ) –1 f y t )
– ((1 + l ) –1 f * y*t ) +
(1 + l ) –1 lD s e t+1
Dengan menggunakan pendekatan forward looking,
dihasilkan suatu kesimpulan : nilai spot exchange rate dipengaruhi
oleh jumlah uang beredar dan tingkat pendapatan riil. Selain itu, nilai
tersebut juga dipengaruhi oleh variabel-variabel harapan ( expected
spot rate, expected return exchange rate ) yang terjadi pada periode
berikutntya.
Putnam dan Wodbury ( Richard Baille dan Patrick
Mc Mahon, 1989) melakukan studi empiris terhadap mata uang Pound-Sterling
dan US Dollar dalam periode 1972 – 1974. Model yang digunakan :
s t = ( m – m* ) t – f ( y t -
y*t ) + l ( r – r*) t
Dari hasil estimasi dengan menggunakan level significant 5 %,
disimpulkan bahwa semua variabel yaitu jumlah uang beredar, pendapatan riil dan
tingkat bunga secara significant mempengaruhi pergerakan nilai tukar
Pound-Sterling terhadap US Dollar.
David H Papel ( Richard Baille dan Patrick
Mc Mahon, 1989 ) melakukan penelitian mengenai variabel harga dan nilai
tukar valuta asing dengan menggunakan Model Dornbusch Sticky Price.
Dalam studi empirisnya model diderivasikan ke dalam Structural Model,
yaitu :
s t = a 0 + a 1 (
m – m* ) t + a 2 ( y t -
y*t ) + a 3 ( r – r*) t
+ a 4 ( p e+ p e* )
+ a 5TB + a 6TB* + m
Penelitian dilakukan pada 4 (empat) negara, yaitu : Jerman,
Jepang, Amerika Serikat dan Inggris dengan menggunakan periode data 1973.1 –
1984.4. Metoda analisa menggunakan Vector Autoregresive Model dan Moving
Average Model dengan non linier parameter constrain. Hasil analisanya
menunjukkan, bahwa variabel-variabel dalam Model Dornbusch secara
significant mempengaruhi nilai tukar valuta asing.
IV. HIPOTESA
Hipotesa yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah : Variabel
Pendapatan Nasional , Jumlah Uang Beredar dan Harga dalam Dornbush Sticky Price
Models secara signifikan mempengaruhi fluktuasi nilai tukar Rupiah.
V. METODE PENELITIAN
5.1. Data
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder
yang diperoleh dari berbagai Laporan Mingguan Bank Indonesia dan terbitan
statistik dari International Finalcial Statistic. Yang meliputi
data Indonesia dan Amerika Serikat. Adapun data-data yang diperlukan dalam
penelitian ini meliputi : Nilai Tukar Spot Dollar AS terhadap Rupiah ( S t ), Jumlah
Uang Beredar ( M ), Pendapatan Domestik Bruto ( Y ) dan Indeks Harga Konsumen (
P ).
5.2. Model Dasar : Dornbusch Sticky Price Models
Model yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah dalam penelitian ini mengacu pada
model Pendekatan Moneter. Pemilihan model ini didasarkan pertimbangan bahwa
model Dornbusch Sticky Price memasukkan unsur pengharapan nilai tukar
valuta ( expected spot exchange rate ) dengan menggabungkan
informasi dan ekuilibrium pasar dengan pengaruh tingkat inflasi yang diharapkan
(expected inflation ) sehingga model ini lebih mendekati kondisi
nyata.
Adapun
spesifikasi model sebagai berikut ( Richard Baille dan Patrick
Mc Mahon, hal 71 ) :
s t = p t + p* t
m t – p t = k
+ f y t + l r t
m* t – p* t = k*
+ f* y* t + l* r* t
r t – r* t = f t +
s t
f t = E t s t+1
dimana
: s : nilai tukar spot
f
: nilai tukar forward
y
: pendapatan nasional
p
: tingkat harga
m : jumlah uang beredar
r : tingkat bunga
* : menunjukkan sata AS
Model tersebut kemudian dikembangkan oleh Dornbusch dengan
memasukkan unsur kecepatan penyesuaian harga pada pasar barang dan jasa, yang
menurutnya dianggap "sticky" ( kaku ). Model yang
diformulasikan olehDornbusch sebagai berikut:
(m t – m*t ) – (p t –
p*t ) = (k – k*) + f (yt – y*t)
– l (rt – r*t) + e* t (4)
( d t – d*t )
= g ( y t – y*t )
- s ( rt – r*t ) – w (
s t - pt – p*t ) (5)
( p t – p*t ) – ( p t-1 –
p*t-1 ) = d [( dt – d*t )
– l ( yt – y*t )] + e* 2t (6)
( r t – r*t ) = E t s t+1 -
s t - e* 3t (7)
dimana
: d = permintaan barang domestik
e t
, e 2t , e 3t = mutually
uncorrelated white noise
Dari
persamaan (4), (5) dan (6) diderivasikan menjadi :
( p t – p*t )
= b 0 + b 1 (p t –
p*t ) + b 2 s t + t t (8)
dimana
:
b 1 =
[ 1 + ¶ ( w + s / l ) -1
b 2 = b 1 ¶ w
- = b 3 (
y t – y*t ) + b 4 (
m t – m*t ) + u t
dan
b 3 = b 1 ¶ ( g -
1 - s f / l )
b 4 = b 1 ¶ s / l
b 0 =
- b 1 ¶ s ( k – k*) / l
u t = b 1 e 2t –
(b 1 ¶ s / l ) / e 1t
Dari
persamaan (4) dan (7), variabel harga dapat diturunkan menjadi :
(p t – p*t ) = - (k – k*)
+ f (yt – y*t) – l (mt –
m*t) + l (E t s t+1 -
s t) + u t (9)
dimana
:
u t = e 1t + l e 3t
Expected depreciation dapat diformulasikan :
(r t – r*t )
= l [- (k – k*) + f (yt – y*t)
– l (mt – m*t) + s t) ]
(10)
Kemudian,
persamaan (7) dapat digunakan untuk menurunkan interest rate (r)
:
(r t – r*t ) = 1/l [(k
– k*) + f (yt – y*t) – l (mt –
m*t) + (pt – p*t) ] (11)
Dari
persamaan (10) , (11) dan eleminasi (pt – p*t) dari
persamaan (8) dan (9) maka di peroleh Model Dornbusch Sticky Price,
dengan formulasi sebagai berikut :
s t = b 0 + b 1 (m t –
m*t ) + b 2 (yt – y*t)
– b 3 (pt- – p*t-1)
5.3. Alat Analisa
Setelah diketahui model yang digunakan untuk mengetahui faktor
yang mempengaruhi fluktuasi nilai tukar, kemudian ditentukan alat analisa data.
Metode yang digunakan untuk menganalisa adalah ECM ( Error Correction
Model ). Model koreksi kesalahan mampu meliput banyak variabel dalam
menganalisis fenomena ekonomi jangka pendek dan jangka panjang serta mengakaji
konsistensi tidaknya model empirik dengan teori ekonomika. Selain itu, model
ini mampu mencari pemecahan terhadap persoalan variabel runtun waktu yang tidak
stasioner dan regresi lancung dalam ekonometrika ( Insukendro, 1999,
hal.2 ).
Dengan mengacu pada pendekatan yang dikembangkan oleh Domowitzdan Elbadawi (
1987 ), fungsi biaya kuadrat tunggal dapat dirumuskan :
C e t = e 1 ( X t –
X t * ) 2 + e 2 [
( 1 – B ) X t - f t ( 1 – B ) Z t ] 2
Dimana
: komponen pertama : biaya penyesuaian
komponen
kedua : biaya ketidakseimbangan
Z t :
faktor-faktor yang mempengaruhi Kurs
f ( Y , M , P )
Model
dasar yang digunakan dalam penelitian ini :
s t = b 0 + b 1 (m t –
m*t ) + b 2 (yt – y*t)
– b 3 (pt-1 – p*t-1)
Melakukan
minimisasi fungsi biaya terhadap X t sehingga diperoleh :
X t = e 1 X t *
+ ( 1 - e ) B X t - ( 1 - e ) ( 1 – B ) Z t ..........
(12)
Dimana
: Z t merupakan variabel independent yang berpengaruh
terhadap Kurs
Persamaan ( 12 ) disubstitusikan ke dalam model dasar, sehingga
diperoleh hasil sebagai berikut :
S t = c 0 e
+ [c 1 e + ( 1 – e ) f 1] YX t –
( 1- e ) f 1 BYX t + [c 2 e
+ ( 1 – e ) f 2]
MX t + ( 1- e ) f 1 B
M X t + [c 3 e + ( 1 – e ) f 3]
P X t – ( 1- e ) f 3 BPX t
+ c 4 ( 1 – e ) B S t
Sehingga
diperoleh hasil model dinamis :
S t = g 0 + g 1 YX t +
g 2 MX t + g 3 PX t +
g 4 BYX t + g 5 BMX t +
g 6 BPX t + g 7 B
[ YX t + MX t + PX t -
S t ] ........................... (13)
Berdasarkan model persamaan (13) kemudian ditransfer ke dalam
bentuk model ECM yang telah diparamaterisasi menjadi :
S t = g 0 + g 1 DYX t +
g 2 DMX t + g 3 DPX t +
g 4 BYX t + g 5 BMX t +
g 6 BPX t + g 7 B
[ YX t + MX t + PX t -
S t ] ........................... (14)
dimana
: DX t : X t - X t-1
B
: backward lag operator
Persamaan
(14) dapat ditulis menjadi :
S t = g 0 + g 1 DYX t +
g 2 DMX t + g 3 DPX t +
g 4 BYX t + g 5 BMX t +
g 6 BPX t + g 7 B
ECT
dimana
: ECT : Error Correction Term
Dengan menggunakan model ECM maka mampu menjelaskan perilaku
data baik jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk pengaruh jangka pendek
dapat dilihat dari variabel independent yang didiferensikan,
VI. ANALISA DATA
6.1. Pengujian Unit Root.
Pengujian terhadap stasioneritas data pada penelitian ini
menggunakan Uji Akar Unit Dickey-Fuller Test .Hasil pengujian
unit roots terhadap variabel-variabel yang digunakan dalam analisa ini dapat
diringkas sebagai berikut :
Tabel 1
Uji Stasioneritas Dickey Fuller
Variabel
|
Nilai DF
|
Variabel
|
Nilai ADF
|
||
D(KURS)
|
3,0983
|
**
|
D(KURS)
|
5,4657
|
*
|
D(Y)
|
0,3085
|
***
|
D(Y)
|
2,7889
|
***
|
D(M)
|
2,0565
|
***
|
D(M)
|
2,8793
|
***
|
D(P)
|
0,0719
|
***
|
D(P)
|
2,1201
|
***
|
Keterangan : * : signifikan 1 %
**
: tidak signifikan 5 %
***
: tidak signifikan
Dari output analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa estimasi
stasioneritas variabel memiliki derajat stasioneritas yang berbeda-beda.
Variabel Kurs stasioner pada derajat 0 (nol) baik untuk DF maupun ADF.
Sedangkan variabel lainnya, yaitu : Y, P dan M untuk nilai DF dan ADF-nya,
tidak stasioner.
6.2. Pengujian Derajat Integrasi.
Uji Derajat Integrasi yang merupakan kelanjutan dari uji
akar-akar unit apabila data ( variabel ) belum stasioner seluruhnya pada
derajat 0 ( nol ). Pengujian ini dilakukan dengan menurunkan variabel sebanyak
satu kali. Seperti halnya pada uji akar-akar unit, pengujian ini juga
menggunakan Dickey Fuller Test
Hasil pengujian derajat integrasi terhadap variabel-variabel
model dengan menggunakan Dickey Fuller Test dapat diringkas sebagai berikut :
Tabel 2
Uji Derajat Integrasi Dickey Fuller
Variabel
|
Nilai DF
|
Variabel
|
Nilai ADF
|
||
D(KURS,2)
|
10,869
|
*
|
D(KURS,2)
|
10,823
|
*
|
D(Y,2)
|
8,9015
|
*
|
D(Y,2)
|
8,7334
|
*
|
D(M,2)
|
4,5768
|
*
|
D(M,2)
|
5,5103
|
*
|
D(P,2)
|
10,326
|
*
|
D(P,2)
|
10,319
|
*
|
Keterangan : * : signifikan 1 %
Berdasarkan tabel 2 didapatkan bahwa seluruh nilai DF dan ADF
dari semua variabel dalam model lebih besar dari MacKinnon Critical
Value, sehingga disimpulkan bahwa semua variabel stasioner pada derajat 1 (
satu ) dengan menggunakan Dickey Fuller Test.
6.3. Pengujian Asumsi Klassik
6.3.1. Uji Otokorelasi
Dalam penelitian ini uji
yang digunakan adalah Breusch
Godfrey Test ( B - G Test), hasil pengolahan data adalah sebagai
berikut:
Breusch-Godfrey Serial
Correlation LM Test:
|
|||
F-statistic
|
3.062591
|
Probability
|
0.087417
|
Obs*R-squared
|
3.466115
|
Probability
|
0.062638
|
Hasil perthitungan
menunjukkan nilai c 2 hitung = 3,4661 <>c 2 tabel
27.9907 pada tingkat signifikansi 99 % atau tidak terdapat autokorelasi dalam
model (Ho diterima).
6.3.2. Pengujian Heteroscedacity
Uji ini dilakukan dengan Metoda Glejser dengan
cara meregresikan nilai absolut residual yang diperoleh atas variabel bebas.
Hasil pengolahan data adalah sebagai berikut :
Tabel 3
Pengujian Heteroscedacity
Dependent Variable: ARES03
|
|||
Variable
|
Coefficient
|
t-Statistic
|
Prob.
|
C
|
-771.3713
|
-0.339877
|
0.7356
|
DY
|
0.002899
|
1.462975
|
0.2507
|
DM
|
0.000244
|
0.162970
|
0.8713
|
DP
|
-11.09382
|
-1.026048
|
0.3106
|
BY
|
0.019194
|
0.185877
|
0.8534
|
BM
|
0.013546
|
0.131354
|
0.8961
|
BP
|
-9.734617
|
-1.272291
|
0.2101
|
BECT
|
-0.013369
|
-0.129705
|
0.8974
|
R-square
|
0.1382
|
F
stat
|
0.9858
|
DW stat
|
1.9575
|
Dari hasil pengolahan data di atas dapat dilihat bahwa
masing-masing variabel dependent tidak signifikan terhadap variabel
independent, dimana tingkat signifikansi DY : 74,93 % , DM : 12,87 % dan DP :
68,94 %. Sehingga dapat disimpulkan heteroscedasticity diabaikan
dalam model.
6.3.3. Pengujian Multicolinierity.
Untuk
mengetahui ada tidaknya multicolinieritas dilakukan uji dengan meregres model
utama maupun model parsial, kemudian dibandingkan R2 hitung
regresi parsial dengan R 2 hitung model utama. Hasil
regresi kedua model dapat disajikan sebagai berikut :
Tabel 4
Pengujian Multicolinearity
Model
Utama
Variabel Dependent :
Dkurs
|
|||
Variable
|
Coefficient
|
t-Statistic
|
Prob.
|
C
|
14264.35
|
3.836322
|
0.0004
|
DY
|
0.001399
|
0.431025
|
0.6686
|
DM
|
0.004590
|
1.872686
|
0.0679
|
DP
|
7.684638
|
0.433825
|
0.6666
|
BY
|
-0.883362
|
-5.221509
|
0.0000
|
BM
|
-0.881974
|
-5.220198
|
0.0000
|
BP
|
17.24511
|
1.375744
|
0.1760
|
BECT
|
0.882807
|
5.227873
|
0.0247
|
R-square
|
0.4910
|
||
DW stat
|
1.9557
|
||
F stat
|
5.9265
|
Model Parsial
Nilai
|
Dep.Var. Y
|
Dep.Var. M
|
Dep.Var. P
|
R-square
|
0.4890
|
0.3016
|
0.2170
|
D-W stat
|
2.0041
|
2.7402
|
2.4431
|
F stat
|
6.1204
|
2.6537
|
1.7034
|
Berdasarkan hasil pengujian di atas, dapat dilihat bahwa nilai
R-square dari ketiga variabel dependent dari Model Parsial, yaitu : Y = 0.4890
; M = 0.3016 dan P = 0.2667 lebih kecil dari nilai R-square Model Utama =
0.4910. Sehingga, dengan mengacu pada dasar pengambilan keputusan maka dapat
disimpulkan bahwa multicollinearity dalam model dapat diabaikan.
- Estimasi ECM Model Dornbusch
Penelitian
ini akan menggunakan model ECM yang dikembangkan dari model dasar Dornbusch
Sticky Price sebagai berikut :
Dkurs = a 0 + a 1 DY +
a 2 DM + a 3 Dp + a 4 BY
+ a 5 BM + a 6 BP + a 7BECT
Hasil
pengolahan data disajikan pada tabel dibawah ini :
Tabel 5
Estimasi ECM Model Dornbusch
Variabel Dependent :
Dkurs
|
|||
Variable
|
Coefficient
|
t-Statistic
|
Prob.
|
C
|
14264.35
|
3.836322
|
0.0004
|
DY
|
0.001399
|
0.431025
|
0.6686
|
DM
|
0.004590
|
1.872686
|
0.0679
|
DP
|
7.684638
|
0.433825
|
0.6666
|
BY
|
-0.883362
|
-5.221509
|
0.0000
|
BM
|
-0.881974
|
-5.220198
|
0.0000
|
BP
|
17.24511
|
1.375744
|
0.1760
|
BECT
|
0.882807
|
5.227873
|
0.0247
|
R-square
|
0.4910
|
||
DW stat
|
1.9557
|
||
F stat
|
5.9265
|
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa nilai probabilitas ECT :
0.0247 mengindikasikan hasil regresi signifikan, berarti model ECM adalah valid
dan variabel yang diamati berkointegrasi. Apabila dilihat dari nilai R-square
yang mempunyai nilai: 0.4910 mengandung arti bahwa 49.10 % dari variasi
variabel dependent ( Kurs ) mampu dijelaskan oleh variasi himpunan variabel
pendapatan nasional, jumlah uang beredar dan harga. Nilai R square yang rendah
disebabkan model ECM yang diestimasi adalah variabel dalam bentuk first
difference, sehingga nilainya akan jauh lebih kecil dibandingkan nilai R square
untuk estimasi variabel dalam bentuk level.
Sedangkan nilai F-stat : 5.9265 yang lebih besar dari F tabel :
4.98 signifikan pada 1 % mengimplikasikan bahwa secara bersama-sama variabel
independent mempengaruhi variabel dependent.
Selanjutnya dalam analisa jangka pendek menunjukkan bahwa hanya
variabel independent jumlah uang beredar ( DM ) signifikannya mempengaruhi
variabel dependent (Kurs) dengan tingkat signifikansi 93,31 %. Sedangkan
variabel pendapatan nasional (DY) dan harga (DP) tidak signifikan mempengaruhi
variabel Kurs, dengan tingkat signifikansi 33,14 % dan 33,34 %.
6.5. Analisis Koefisien Regresi Jangka Panjang
Untuk analisis jangka panjang, perlu mengetahui terlebih dahulu
koefisien regresi dan deviasi jangka panjangnya, yang dapat dihitung dengan
menaksir besaran koefisien regresi dan matriks varian-kovarian parameter yang
bersangkutan. Dengan diketahui nilai kedua hal tersebut dapat digunakan untuk
mengamati hubungan jangka panjang antar vektor variabel ekonomi.
Hasil perhitungan terhadap variabel dalam model dalam analisis
koefisien regresi jangka panjang dapat disajikan sebagai berikut :
Tabel 6
Hasil Pengujian Regresi Jangka Panjang
Kurs
|
=
|
-18301,79
|
+
|
1,13346 Y
|
+
|
1,13165 M
|
-
|
22,1276 P
|
t-hit
|
0,00026
|
5,2199
|
3,934
|
0,0797
|
Berdasarkan hasil analisis jangka panjang yang diperoleh dari
estimasi dengan menggunakan model koreksi kesalahan dapat disimpulkan bahwa
variabel pendapatan nasional ( Y ) dan jumlah uang beredar ( M ) dalam jangka
panjang mempengaruhi variabel Kurs dengan derajat signifikansi 99 %. Sedangkan
variabel harga ( P ) tidak signifikan terhadap variabel Kurs, hal ini juga
sesuai dengan analisa jangka pendek.
6.6. Pengujian Normalitas dan Linieritas
Hasil estimasi terhadap pengujian normalitas dan linieritas untuk
modelDornbusch dapat diringkas sebagai berikut :
Tabel 7
Uji Normalitas dan Linieritas
Pengujian
|
Indikator
|
Nilai
|
Normalitas – JB Test
|
Jarque-Bera
|
2.1446
|
Linieritas – Ramsey
Test
|
F-stat
|
0.1207
|
Pengujian Normalitas mempunyai asumsi bahwa distribusi probabilitas
dari gangguan u t memiliki rata-rata yang
diharapkan sama dengan nol, tidak berkorelasi dan mempunyai varian yang
konstan. Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Jarque-Bera
Test. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa nilai J-B : 2.1446 yang
nilainya lebih kecil dari nilai c 2 tabel 27.997,
artinya residual u t model berdistribusi
normal pada tingkat signifikansi 99 %.
Uji
Linieritas digunakan untuk melihat apakah spesifikasi model yang digunakan
sudah benar atau tidak. Dengan menggunakan uji ini dapat dihindari adanyaspecification
error atau misspecification. Dalam penelitian ini uji yang
digunakan adalah Ramsey Test dengan general test of
specification atau RESET. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa
nilai F-stat : 0.1207 <>
VII. PEMBAHASAN
Analisis jangka pendek menunjukkan bahwa hanya
variabel jumlah yang beredar (M) yang mampu menjelaskan variasi variabel Kurs
dengan tingkat signifikansi 93,21 %. Sedangkan koefisien jumlah uang beredar
positif menunjukkan kenaikan jumlah uang beredar sebesar 1 % akan mendorong
penurunan mata uang Rupiah (depresiasi) sebesar 0.0045 %. Ini disebabkan
kenaikan jumlah uang beredar dalam negeri ( relatif terhadap stok uang luar
negeri ) akan meyebabkan kelebihan penawaran uang ( exess supply ).
Hal di atas mengindikasikan bahwa kebijakan moneter yang
berkaitan dengan jumlah uang beredar ( permintaan dan penawaran valas ) sangat
mempengaruhi stabilitas nilai tukar. Sehingga peran pemerintah ( Bank Indonesia
) melalui intervensinya di pasar valuta asing akan sangat mempengaruhi
stabilitas nilai tukar. Tujuan dan motif intervensi mempunyai sasaran yang
sangat luas sifatnya sehingga sulit untuk menilai apakah intervensi dapat
dijadikan instrumen kebijakan moneter yang efektif dan membawa hasil yang diharapkan.
Ini disebabkan banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas nilai tukar antara
lain : perbedaan tingkat bunga relatif, perbedaan tingkat inflasi relatif,
perubahan ekspektasi, kebijakan makro yang buruk. Meskipun demikian menurut
penelitian Reserve Bank of Australia, suatu kegiatan intervensi yang dilakukan
secara hati-hati dan dengan analisa yang mendalam dapat mencapai hasil sesuai
yang diharapkan.
Tetapi pada saat ini sistem nilai tukar yang digunakan
adalah free exchange rate (dirty) dimana campur tangan
pemerintah ( intervensi ) relatif kecil, karena pada sistem ini lebih
menekankan pada mekanisme pasar. Oleh karena itu, hal yang bisa dilakukan oleh
pemerintah dengan memberikan "stimulus" sehingga pasar valuta asing
lebih efisien.
Selain itu, otoritas moneter dalam melakukan intervensi dalam
skala relatif kecil harus mempunyai strategi dengan mempertimbangkan beberapa
faktor yang mempengaruhi intervensi tersebut. Kemungkinan strategi pertama
dengan menggunakan "cap" pada level tertentu, dimana bila
level tersebut tercapai maka pemerintah wajib "step in" untuk
memberitahukan pasar bahwa level tersebut sudah dianggap berlebihan. Strategi
kedua, dengan menggiring pasar untuk mencapai level tertentu sesuai dengan
persepsi otoritas moneter ( Rasmo Samiun, 1988 )
Dalam analisa jangka pendek pemerintah ( Bank Indonesia ) tidak
dapat menggunakan variabel pendapatan nasional ( Y ) dan harga ( P ) untuk
menstabilkan nilai tukar rupiah. Hal ini disimpulkan dari tingkat signifikansi
yang rendah yaitu 33,14 % untuk variabel Y dan 33,34 % untuk variabel inflasi.
Untuk analisis jangka panjang, pemerintah dapat menggunakan
variabel pendapatan nasional ( selain jumlah uang beredar ) dalam menstabilkan
nilai tukar rupiah. Hal ini didasarkan pada koefisien regresi jangka
panjang yang dapat disimpulkan bahwa variabel pendapatan nasional dalam jangka
panjang mempengaruhi variabel Kurs dengan derajat signifikansi 99 %. Sedangkan
variabel jumlah uang beredar ( M ) dalam jangka panjang juga signifikan
mempengaruhi pergerakan variabel Kurs dengan tingkat signifikansi 99 % .
Pengaruh pendapatan nasional terhadap nilai tukar dapat dilihat
melalui perubahan cash flow valuta asing melalui varibel
ekspor – import , investasi asing, perbedaan tingkat bunga relatif. Aktivitas
dan perubahan pada ketiga variabel tersebut menyebabkan aliran valuta asing
suatu negara akan berubah. Pada waktu aliran dana masuk meningkat akan
mempunyai kecenderingan meningkatkan nilai tukar mata uang domestik ( apresiasi
rupiah ) demikian pula sebaliknya.
Untuk variabel harga ( P ) tidak dapat digunakan oleh pemerintah
untuk menstabilkan nilai tukar baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka
panjang. Tingkat signifikansi harga terhadap variabel Kurs, untuk jangka pendek
sebesar 33,34% sedangkan jangka panjang sbesar 22,12 % sehingga disimpulkan
bahwa harga tidak signifikan mempengaruhi kurs. Hal ini disebabkan perekonomian
di Indonesia (negara sedang berkembang ) masih terdapat banyak restriksi dalam
perdagangan. Sehingga harga yang terjadi tidak mencerminkan kekuatan sebenarnya
supply dan demand yang sebenarnya.
Selain itu, dalam teori Purchasing Power Parity (
PPP ) yang menjelaskan hubungan antara harga dengan kurs terdapat
kelemahan-kelemahan yang menyebabkan pentimpangan dalam teori PPP. Kelemahan
itu antara lain : (1) Masalah uji validitas untuk menghitung indeks harga yang
akurat. Di banyak negara penghitungan indeks harga menggunakan metode yang
tidak sama ( mencakup banyaknya item/ komponen dalam perhitungan indeks ) ,
sehingga tidak ada "standardisasi" perhitungan harga. (2) Masih
terdapatnya restriksi dalam perdagangan internasional yang menyebabkan
meningkatnya perbedaan harga yang disebabkan karena munculnya biaya lain-lain .
(3) Masalah statistik dalam derivasi PPP berupa : kesalahan pengukuran
perbedaan inflasi, penentuan kesinambungan variabel nilai tukar dari inflasi.
VIII. SIMPULAN
Berdasarkan
hasil analisa di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Estimasi Model Dornbusch Sticky Price dengan menggunakan
Error Correction Model menunjukkan bahwa hasil ECT nilai Prob. mendekati angka
nol, yaitu sebesar 0,0247, sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang
digunakan valid dan dapat digunakan untuk analisis jangka panjang.
2. Analisa jangka pendek menunjukkan bahwa hanya variabel jumlah
uang beredar yang secara statistik signifikan terhadap fluktuasi Kurs,
sedangkan variabel pendapatan nasional dan harga tidak signifikan. Arah
pergerakan ketiga variabel sama, ini ditunjukkan semua nilai koefisiennya
positif. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan variabel-variabel independent
akan mengakibatkan nilai tukar rupiah turun ( depresiasi ).
3. Sedangkan dalam jangka panjang, variabel jumlah uang beredar
dan pendapatan nasional signifikan mempengaruhi fluktuasi Kurs, sedangkan
variabel harga tidak signifikan. Terhadap pergerakan antara variabel
independent dan variabel dependent menunjukkan bahwa variabel jumlah uang
beredar dan pendapatan nasional ( yang signifikan ) mempunyai koefisien
negatif, artinya kenaikan kedua variabel tersebut akan mendorong nilai tukar
rupiah naik ( apresiasi ). Tetapi variabel harga ( tidak signifikan ) mempunyai
koefisien positif, artinya kenaikan variabel itu akan menyebabkan nilai tukar
Rupiah turun ( depresiasi ).
DAFTAR PUSTAKA :
Anthony Saunders, 1994, "Financial
Instiyution Management", IRWIN
Batiz F I dan Luis Rivera, 1985,"International
Finance and Open Economy", Mc Millan Publishing Comp., New York
Caramazza Francesco dan J Aziz, 1997, Fixed or
Flexible ? Getting The Exchange Rate Right in The 1990’s, World
Economic Outlook, ch. 4
David Longworth, 1981, Testing The Efficiency
of Canadian UD Dollar Exchange Market Under The Asumption of No Risk
Premium, Journal of Finance, vol. 36
Dennis R Appleyard dan Alfred J F, 1995, International
Economic, IRWIN
Domowitz I dan I Elbadawi, 1987, An Error
Correction Approach to Money Demand : The Case of Sudan, Journal of
International Economic 8, hal. 157-161
Dornbusch, 1987, Exchange Rate Economic, Economic
Journal, vol. 97
Dornbusch dan Fisher, 1993, Makroekonomi
( terjemahan ), Erlangga, Jakarta.
Douglas W Caves dan Edgar L Fiege, 1988,
Efficient Foreign Exchange Market and The Monetary Approach to Exchange Rate
Determination, The American Economic Review,Vol.70 no. 1
Edy Dwi T, 1998, Fundamental
Ekonomi, Contagion Effect dan Krisis Asia, Buletin Moneter dan
Perbankan, vol. 1 no. 2
Emil Maria Clasen, 1997, "Global
Monetary Economic", Oxford University Press
Engle RF dan Granger, 1987, Cointegration and
Error Correction Representation, Estimating and Testing, Econometrica 55.
Fama Eungene, 1981, Efficient Capital Market :
A Review of Theory and Empirical Work, Journal of Finance,
vol. 14
Frankel J A dan Michel Mussa, 1992, The
Efficiency of Foreign Exchnage Market and Measures of Turbulance, American
Economic Review, vol. 70
Gujarati D, 1995, "Basic
Econometric" , Mc Graw Hill Inc.
Hariadi R, 1998, Analisis Efisiensi Pasar
Valuta Asing di Lima Negara Asia Menggunakan Uji Kointegrasi, Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbenkan, vol. 1 no.3
Insukendro, 1984, Pengaruh Pengeluaran
Pemerintah, Cadangan Devisa dan Angka Pengganda Uang Terhadap Jumlah Uang
Beredar di Indonesia, Ekonomi dan Keuangan Indonesia, vol. 4
------------ , 1992, Pembentukan Model Dalam
Penelitian Ekonomi, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, no. 1 th.
VII, Yogyakarta
-------------- , 1990, Komponen Koefisien
Regresi Jangka Panjang Model Ekonomi : Sebuah Studi Kasus Impor Barang di
Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, vol. 5 no. 2
-------------- , 1999, Pemilihan Model Ekonomi
Empirik Dengan Pendekatan Koreksi Kesalahan, Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Indonesia, vol. I no. 14
Jack C Francis, 1985, Inventment : Analysis
Management, Mc Graw Hill Inc.
Jerome L Stein, 1980, The Dinamic of Spot and
Forward Prices in an Efficient Foreign Exchange Market With Rational
Expectation, The American Economic Review, vol.70 no. 4
Josephine Wuri, 1997, Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kurs, Thesis Program Pasca Sarjana UGM, Tidak
Dipublikasikan
Laurence S Copeland, 1985, Exchange
Rate and International Finance, Addison-Weley Publishing Comp.
Maurice D Levi, 1981, "International
Finance : The Market and Financial Management of Multinational
Business, Mc Graw Hill Inc.
Miranda Goeltom dan Doddy Z, 1998, Manajemen
Nilai Tukar di Indonesai,Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, vol.
1 no. 2
Mudrajat Kuncoro, 1996, "Manajemen
Keuangan International", BPFE, Yogyakarta
Paul de Grauwe, 1996, "International
Money : Postwar Trends and Theories",Oxford University Press.
Paul Holden, Merle Holden dan Esther C Suss,
1979, The Determinants of Exchange Rate Flexibility : an Empirical
Investigation, The Review of Economic and Statistic, vol.
LXI no. 3
Rasmo Saimaun, 1988, Evaluasi Program
Intervensi di Pasar Valuta Asing Dalam Rangka Stabilisasi Nilai Tukar, Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan , vol. 1 no. 3
Ricard A Meese dan Keneth Rogoff, 1983,
Empirical Exchange Rate Models of The Seventies, Journal of
International Economic, nol. 23
Richard Baille dan Patrick Mc Mahon, 1989,
Foreign Exchnage Market : Theory and Empirical Envidence, Cambridge
University Press
Richard Baille, Robert E Lippens dan Patrick
McMahon, Testing Rational Expectation and Efficiency in The Foreign Exchange
Market,Econometrica, vol 51 No. 3
Ronald Mc Donald dan Mark P Taylor,
1987, Exchange Rate Economic : a Survey, IMF Staff
Papers, vol. 39 no. 1
----------------- , 1993, The Monetary
Approach : Rational Expectation, Lonf Run Equilibrium and
Forecasting, IMF Staff Papers, vol. 40 no. 1
Richard V L Cooper, Efficient Capital Market
and The Quantity Theory of Money,Journal of Finance, vol. 21
Roger D Huang, 1981, The Monetary Approach to
Exchange Rate in an Efficient Foreign Market : The Test Base on
Volatility, Journal of Finance, vol. 36
Stein J L, 1961, The Stimultaneus
Determination of Spot and Future Prices,American Economic Review,
vol. LI no. 5
Siegel Jeremy J, 1972, Risk Interext Rate and
the Forward Exchange, Quartery Journal of Economic ,
vol 82
Sjamsul Arifin, 1998, Efektifitas Kebijakan
Suku Bunga Dalam Rangka Stabilisasi Rupiah di Masa Krisis, Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan, vol. 1 no. 3
Tomas R L, 1997, " Modern
Econometric", Addison Wesle Logman.
Waluyo D Budi dan Siswanto, 1998, Peranan
Kebijakan Nilai Tukar Dalam Era Globalisasi, Buletin Ekonomi Moneter
dan Perbankan, vol. 1 no. 1
W Bradfors Cornell dan J Kimball Dietrich, The
Efficiency Of the Market For Foreign Exchange Under Floating Exchange
Rate, The Review of Economic and Statistic, vol. X no. 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar