Selasa, 20 Oktober 2015

NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AS ( DORNBUSCH STICKY PRICE MODEL )

NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AS
DORNBUSCH STICKY PRICE MODEL )
ABSTRACT
This research want to analyzed about relation between Rupiah exchange rate to US Dollar and Foreign Exchange Market Efficiency. The Model in this research is Dornbusch Sticky Price Models and Mortingale Models with applying Error Correction Model.
The result of this research show that money supply statistically gives the influence Rupiah fluctuation in the short run, but national income and price are not. In the long run analysis, the result is that money supply and national income significantly influences Rupiah fluctuation. And still the same with short run analysis, the price is not significantly influenced. Estimation with Error Correction Model shows that the probability value of ECT is close to zero, it means that the model is valid.
In foreign exchange market, this research find that market is not efficient. This conclusion is base on the value of expected exchange rate is not same with spot rate. So to make exchange rate expectation needs other variables beside interest rate and spot rate.
Keywords : Exchange Rate , Sticky Price, Efficiency Market Hypothesis
  1. PENDAHULUAN
Perkembangan globalisasi perekonomian dunia berlangsung sangat cepat, hal tesebut ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian. Salah satu dampak yang muncul dari proses globalisasi, yaitu peningkatan arus investasi dalam valuta asing baik berupa capital in-flow maupun capital out-flow.
Berbicara tentang valuta asing tidak terlepas dari pasar valuta asing, yang didefinisikan sebagai suatu bentuk pasar keuangan dimana mata uang asing dipertukarkan satu sama lain.. Menurut Eitmann (Rasmo Saimun, 1998) ada tiga fungsi utama pasar valuta asing, yaitu : (1)Transfer of purchasing power, fungsi perpindahan daya beli dalam transaksi valuta asing internasional. (2)Provision of credit, fungsi penyediaan kredit untuk transaksi dagang internasional. (3)Minimizing foreign exchange risk, minimisasi resiko fluktuasi valuta asing antara lain dalam bentuk hedging.
Peristiwa dibidang ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 di kawasan Asia adalah krisis ekonomi yang terutama sekali "menghantam" nilai tukar mata uang negara-negara di Asia dan mempengaruhi pasar valuta asing. Akibatnya nilai tukar beberapa mata uang di Asia mengalamidepresiasi yang sangat tajam terhadap dollar AS. Dampak krisis nilai tukar dirasakan sangat buruk bagi perekonomian Indonesia, pada akhir tahun 1997 nilai tukar rupiah terhadap dollar AS turun sebesar 85,46%. Akibatnya sektor-sektor ekonomi "menjadi lumpuh", hal ini dapat dilihat dari berberapa indikator makro ekonomi.
Karakteristik negara Indonesia sebagai "small and open economi", menganut sistem devisa bebas dan ditambah dengan penerapan sistem nilai tukar mengambang (free floating exchange rate system) menyebabkan pergerakan nilai tukar rupiah di pasar uang menjadi rentan oleh pengaruh faktor ekonomi dan non-ekonomi. Untuk mengurangi gejolak nilai tukar yang berlebihan, maka pelaksanaak intervensi oleh Bank Indonesia dalam pasau uang menjadi sangat penting untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Kestabilan nilai tukar akan memberikan kepastian bagi pelaku-pelaku ekonomi dalam melakukan usahanya yang pada abkhirnya berdampak pada stabilitas secara makro.
Upaya pengendalian nilai tukar rupiah tidak selalu diartikan pada penekanan "range" fluktuasi dalam interval yang sangat sempit, tetapi upaya stabilisasi nilai tukar rupiah lebih diartikan menjaga nilai tukar rupiah yang bergerak dengan teratur (uncertainly manner). Oleh karena itu, apabila nilai tukar rupiah berfluktuasi sangat tajam karena faktor "uncertainly", maka diperlukan "guidance" dari otoritas moneter dengan melakukan intervensi.
Uraian di atas menunjukkan pentingnya kestabilan nilai tukar rupiah dalam kaitannya dengan kestabilan perekonomian secara makro. Hal ini tampak pada perubahan sasaran/ target dalam kebijakan moneter oleh pemerintah. Sasaran utama Bank Indonesia sebelumnya ada 2, yaitu : jumlah uang beredar dan inflasi, sekarang hanya difokuskan pada kestabilan nilai tukar rupiah.
II. LANDASAN TEORI
2.1. Pasar Valuta Asing
Pasar valuta asingmerupakan suatu bentuk pasar keuangan dimana valuta asing dipertukarkan satu dengan lainnya, yang dikenal dengan transaksi valuta asing (foreign exchange transaction ). Dalam pasar tersebut terdapat 3 jenis transaksi valuta asing, yaitu : (Mudrajat Kuntjoro, 1966 ).
  1. Spot Transaction, transaksi dalam valuta asing yang penyerahannya dilakukan dengan segera dengan jangka waktu maksimal 2 hari setelah tanggal transaksi. Pada transaksi jenis ini, nilai kurs ditentukan pada saat terjadinya kontrak
  1. Forward Transaction, transaksi valuta asing dimana penyerahannya dilakukan pada tanggal tertentu yang telah disetujui, dengan nilai kurs ditentukan pada saat kontrak.
  1. Future Transaction, transaksi valuta asing yang mirip dengan forward transaction, tetapi dalam masa "maturity" terjadi penyesuaian nilai kurs yang disesuaikan dengan kurs pasar.
Pemahaman mengenai tinggi rendahnya nilai tukar akan mempengaruhi tindakan yang akan diambil oleh pelaku-pelaku ekonomi dalam pasar valuta asing, apakah akan membeli, menjual atau menahan sementara waktu untuk mendapatkan keuntungan dari fluktuasi nilai tukar. Dalam berbagai literatur dijelaskan banyak faktor yang mempengaruhi fluktuasi nilai tukar. Menurut Mc. Donald dan Taylor (1992 ), faktor-faktor yang mempengaruhi fluktiasi nilai tukar adalah variable-variabel ekonomi yang mempengaruhi fundamental ekonomi suatu negara. Variabel tersebut meliputi : jumlah uang beredar, suku bunga dan tingkat output riil. Sedangkan Jeff Madura(Sjamsul Arifin1998 ) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi nilai tukar ada 3 macam, yaitu :
a. Faktor Fundamental, berkaitan dengan indikator ekonomi
b. Faktor Teknis, berkaitan dengan kondisi permintaan dan penawaran valuta asing
c. Faktor Sentimen Pasar, berkaitan dengan rumor yang bersifat insidentil yang dapat mempengaruhi fluktuasi nilai tukar valuta asing dalam jangka pendek.
2.2. Sistem Nilai Tukar
Pemilihan sistem nilai tukar pada dasarnya didasarkan pada beberapa pertimbangan, diantaranya : tingkat keterbukaan perekonomian suatu negara terhadap perekonomian dunia ; tingkat kemandirian kebijakan ekonomi suatu negara dan aktivitas perekonomian suatu negara. Pada dasarnya system penentuan nilai tukar dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu ( Camarazza dan Aziz, 1997 ).
a. Sistem Kurs Tetap ( fixed exchange rate )
Dalam sistem ini, nilai tukar suatu valuta terhadap valuta yang lain ditentukan/ "dipatok" oleh Bank Sentral. Nilai tukar suatu valuta di pasar valuta asing sama dengan nilai tukar yang ditentukan oleh Bank Sentral. Sehingga untuk menjaga agar nilainya tetap, maka Bank Sentral melakukan intervensi ( membeli/ menjual valuta ) di pasar valuta asing. Hal yang perlu diperhatikan adalah kecukupan cadangan devisa yang dimiliki.
b. Sistem Mengambang Terkendali ( managed floating exchange rate )
Nilai tukar valuta dalam sistem ini ditentukan oleh pasar valuta dan band intervention yang ditetapkan oleh Bank Sentral. Artinya, nilai tukar ditentukan oleh pasar ( suplly dan demand valuta ) tetapi pergerakannya dibatasi oleh rentang intervensi yang ditetapkan oleh Bank Sentral. Sehingga Bank Sentral harus menjaga supaya nilai tukar berada pada rentang intervensi, apabila nilai tukar bergerak melebihi rentang intervensi yang ditentukan, maka Bank Sentral akan melakukan intervensi dengan menambah supply valuta sehingga nilainya dapat bergerak kembali dalam rentang intervensi. Sebaliknya bila nilai tukar berada di bawah rentang intervensi, maka Bank Sentral akan menambah demand valuta.
c. Sistem Kurs Bebas ( free exchange rate )
Istilah lain yang digunakan adalahfloating exchange rate, yaitu nilai tukar valuta asing ditentukan oleh pasar berdasarkan kekuatan tarik menarik antara supply dan demand valuta asing. Pada sistem ini Bank Sentral tidak melakukan campur tangan dalam mempengaruhi nilai tukar (pada kenyataannya sangat sulit ). Ada dua pengertian dalam floatingexchange rate, yaitu : (1)clean float : nilai tukar sepenuhnya dibiarkan bebas tanpa campur tangan dari Bank Sentral, (2) dirty float : pemerintah ikut serta (relatif kecil ) dalam pasar valuta asing, misalnya dengan mengurangi distorsi.
2.3. Pendekatan Nilai Tukar
Menurut Mudrajat ( 1996 ), metoda pendekatan nilai tukar dibagi menjadi 4 ( empat ) pendekatan yaitu :
a. Pendekatan Neraca Pembayaran ( Balance Payment Approach Approach )
Metoda ini menekankan pada konsep aliran ( flow concept ), sehingga nilai tukar valuta asing ditentukan oleh aliran permintaan dan penawaran valuta. Pada metoda ini, fluktuasi nilai tukar disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi neraca pembayaran, dan diformulasikan sebagai berikut :
BOP t = C ( Pt / St Pt*, Y/ Yt*, Zt ) + K ( Rt – Rt*)
Persamaan di atas menunjukkan, bahwa keseimbangan nilai tukar ditentukan oleh jumlah total neraca pembayaran, yaitu : penjumlahan rekening transaksi berjalan dengan rekening modal.
Equilibrium nilai tukar mengambang penuh, sehingga keseimbangan neraca pembayaran dijaga oleh penyesuaian nilai tukar secara terus menerus. Persamaan nilai tukar dapat diformulasikan
st = h ( p – p* ) t + a (y – y* ) t – l ( r – r* ) t
b. Pendekatan Paritas Daya Beli ( Purchasing Power Parity Approach)
Konsep dasar metoda Paritas Daya Beli merupakan teori untuk menghitung nilai tukar valuta asing yang dinyatakan dengan rasio tingkat harga suatu negara dengan negara lain.
Teori paritas daya beli mempunyai 2 (dua) pengertian, yaitu absolut dan relatif. Secara absolut, teori ini menyatakan bahwa keseimbangan nilai valuta asing merupakan harga relatif dalam negeri terhadap harga relatif luar negeri, formulanya dapat dituliskan sebagai berikut :
st = Pt / Pt *
dimana : st = nilai tukar valuta asing
Pt = tingkat harga dalam negeri
Pt* = tingkat barga luar negri
Sedangkan pengertian secara relatif, nilai valuta asing dinyatakan sebagai prosentase perubahan tingkat harga domestik terhadap prosentase perubahan tingkat harga luar negeri, formulanya dituliskan sebagai berikut :
% D st = % D Pt / % D Pt*
dimana : % D st = prosentase perubahan nilai tukar
% D Pt = prosentase perubahan tingkat harga domestik
% D Pt* = prosentase perubahan tingkat harga luar negeri
c. Pendekatan Moneter ( Monetary Approach )
Pendekatan Moneter terhadap valuta asing dapat digolongkan menjadi 2 (dua) model, yaitu : versi harga luwes ( flexible price monetary model ) dan versi harga kaku ( sticky price monetary model ).
  • Versi Harga Luwes
Terdapat 3 (tiga) faktor utama yang menjadi dasar dari versi ini, yaitu Teori Kuantitas, Keluwesan Harga dan konsep Paritas Daya Beli. Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah kondisi keseimbangan pasar, yaitu permintaan uang ( m d) sama dengan penawaran uang ( m s ). Permintaan uang dipengaruhi oleh pendapatan riil ( y ), tingkat harga ( p ) dan tingkat bunga ( r ), sedangkan penawaran uang adalah given. Ekuilibrium pasar dapat dituliskan :
= p t + a y t - l r t ................................. (1)
* = p t * + a * y t * - l * r t * ................................ (2)
Sedangkan Paritas Daya Beli dalam jangka pendek dapat dituliskan :
t = Pt - Pt * .................................. (3)
Penawaran uang dalam negeri akan menentukan tingkat harga dalam negeri, sehingga nilai tukar valuta asing ditentukan oleh penawaran uang dalam negeri. Substitusikan persamaan (1) dan (2) ke persamaan (3), sehingga diperoleh persamaan dasar Model Moneter Harga Luwes sebagai berikut :
t = ( m s - m s * ) t - a y t + a * y t * + l r t - l * r t *
Dari persamaan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa nilai tukar ditentukan oleh jumlah uang beredar, pendapatan riil dan tingkat bunga.
  • Versi Harga Kaku.
Dalam pendekatan moneter, terdapat perubahan 2 (dua) asumsi dengan memasukkan ketegaran harga ( Keynesian ). Pertama, penawaran uang setiap negara adalah endogen. Hal ini berarti penawaran uang dipengaruhi secara positif oleh tingkat bunga pasar, sehingga kondisi keseimbangan pasar uang menjadi :
+ d r t = p t + a y t - l r t
* + d r t * = p t * + a * y t * - l * r t *
dimana :
dan m * = komponen eksogen dari penawaran uang
d r t dan d r t * = menunjukkan bahwa penawaran uang sensitif
terhadap tingkat bunga
t , a y , p t * , a * y t * = menunjukkan komponen permintaan uang
Kedua, kondisi Paritas Daya Beli hanya berlaku dalam jangka panjang ( pada Harga Luwes asumsinya jangka pendek ), dan dapat diformulasikan sebagai berikut :
t ‘ = Pt - Pt *
Sedangkan perubahan nilai tukar valuta asing yang diharapkan diasumsikan mengikuti bentuk :
D set+1 = q ( st ‘ - s) + ( p + p *)
Dari persamaan tersebut dapat dinyatakan, bahwa jika nilai tukar valuta asing pada saat transaksi dilakukan ( spot exchange rate ) berada di bawah tingkat keseimbangan jangka panjang, maka nilai valuta domestik akan mengalami penurunan. Sebaliknya, apabila nilai tukar berada di atas keseimbangan, maka nilai valuta domestik akan naik. Sedangkan perbedaan inflasi yang diharapkan akan menyebabkan penurunan nilai tukar valuta yang diharapkan.
Jadi dengan model pendekatan Moneter Versi Harga Kaku dapat dihitung pengharapan nilai tukar valuta ( expected spot exchange rate ) dengan menggabungkan informasi dan ekuilibrium pasar dengan pengaruh tingkat inflasi yang diharapkan (expected inflation ).
Model dasar pendekatan Moneter Versi Harga Kaku mengenai nilai tukar dapat dituliskan sebagai berikut :
t = (m – m*)t – a (y – y*)t + (d + l - 1/ q) (r – r*) t + (1/q) (pe- pe* )t
d. Pendekatan Keseimbangan Portofolio ( Portofolio Balance Approach )
Pada metoda ini, faktor yang menentukan nilai tukar adalah permintaan dan penawaran asset finansial, misalnya : obligasi. Asumsi yang digunakan, bahwa investor/ pelaku pasar valuta akan memilih portofolio yang optimal diantara berbagai asset baik domestik maupun asing. Pemilihan tersebut dimaksudkan untuk menghindari/ mengurangi resiko kerugian dari transaksi valuta, atau untuk mendapatkan keuntungan yang optimal. Pendekatan ini memberi tekanan pada peranan asset dan memandang bahwa asset mempunyai sifat substitusi yang tidak sempurna.
Dalam bentuk yang sederhana, pendekatan keseimbangan portofolio menentukan model nilai tukar yang dipengaruhi oleh faktor : asset finansial dan tingkat bunga internasional. Faktor asset finansial ( W ) dibagi dalam 3 (tiga) bentuk asset, yaitu : penawaran uang domestik ( M ), obligasi domestik ( B ) dan obligasi luar negeri ( fB ). Sehingga persamaan nilai tukar valuta asing adalah :
st t = g ( M t , B t , fB t , r*t )
Diasumsikan bahwa r*merupakan tingkat bunga internasional yang ditentukan oleh pasar asset internasional, sehingga :
r*t = (M t *, B t *, fB* t )
Substitusikan persamaan (4) dengan (5) sehingga dihasilkan :
st t = g ( M t , M t *, B t, B t *, fB t , fB t * )
Persamaan di atas menunjukkan hubungan antara nilai tukar valuta asing dan penawaran asset melalui perubahan stok asset.
III. PENELITIAN SEBELUMNYA.
Frankel ( 1976 ) melakukan uji empiris mengenai hubungan antara jumlah uang beredar, tingkat harga, expected echange rate dan nilai tukar. Studi dilakukan terhadap negara Jerman tentang mata uang Deutch Mark dan US Dollar dalam perode 1920 – 1923 pada saat terjadi hiperinflasi. Model yang digunakan adalah :
t = ( m – m* ) t – ( f y t – f * y*) + l D s e t
Hasil studi menunjukkan bahwa Kebijakan Moneter memainkan peranan yang sangat penting dalam penentuan nilai tukar valuta asing. Artinya, variabel-variabel moneter (jumlah uang beredar dan tingkat harga) mempengaruhi pergerakan nilai tukar.
Studi tersebut kemudian dikembangkan oleh Mac Donald dan Taylor ( 1992 ) dengan memasukkan Teori Harapan Rasional ( rational expectation theory ) yang dikembangkan oleh Lucas dan Sargent. Asumsi yang digunakan, bahwa pelaku-pelaku ekonomi mendasari diri pada seluruh informasi yang tersedia ( diartikan variabel moneter yang mempengaruhi nilai tukar ) dalam mengambil keputusannya. Model yang digunakan :
t = ( 1 + l ) –1 ( m – m* ) t – ((1 + l ) –1 f y t ) – ((1 + l ) –1 f * y*) + (1 + l ) –1 lD s e t+1
Dengan menggunakan pendekatan forward looking, dihasilkan suatu kesimpulan : nilai spot exchange rate dipengaruhi oleh jumlah uang beredar dan tingkat pendapatan riil. Selain itu, nilai tersebut juga dipengaruhi oleh variabel-variabel harapan ( expected spot rate, expected return exchange rate ) yang terjadi pada periode berikutntya.
Putnam dan Wodbury Richard Baille dan Patrick Mc Mahon, 1989) melakukan studi empiris terhadap mata uang Pound-Sterling dan US Dollar dalam periode 1972 – 1974. Model yang digunakan :
t = ( m – m* ) t – f ( y t - y*) + l ( r – r*) t
Dari hasil estimasi dengan menggunakan level significant 5 %, disimpulkan bahwa semua variabel yaitu jumlah uang beredar, pendapatan riil dan tingkat bunga secara significant mempengaruhi pergerakan nilai tukar Pound-Sterling terhadap US Dollar.
David H Papel ( Richard Baille dan Patrick Mc Mahon, 1989 ) melakukan penelitian mengenai variabel harga dan nilai tukar valuta asing dengan menggunakan Model Dornbusch Sticky Price. Dalam studi empirisnya model diderivasikan ke dalam Structural Model, yaitu :
t = a + a 1 ( m – m* ) t + a 2 ( y t - y*) + a ( r – r*) t
+ a 4 ( p e+ p e* ) + a 5TB + a 6TB* + m
Penelitian dilakukan pada 4 (empat) negara, yaitu : Jerman, Jepang, Amerika Serikat dan Inggris dengan menggunakan periode data 1973.1 – 1984.4. Metoda analisa menggunakan Vector Autoregresive Model dan Moving Average Model dengan non linier parameter constrain. Hasil analisanya menunjukkan, bahwa variabel-variabel dalam Model Dornbusch secara significant mempengaruhi nilai tukar valuta asing.
IV. HIPOTESA
Hipotesa yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah : Variabel Pendapatan Nasional , Jumlah Uang Beredar dan Harga dalam Dornbush Sticky Price Models secara signifikan mempengaruhi fluktuasi nilai tukar Rupiah.
V. METODE PENELITIAN
5.1. Data
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai Laporan Mingguan Bank Indonesia dan terbitan statistik dari International Finalcial Statistic. Yang meliputi data Indonesia dan Amerika Serikat. Adapun data-data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi : Nilai Tukar Spot Dollar AS terhadap Rupiah ( S ), Jumlah Uang Beredar ( M ), Pendapatan Domestik Bruto ( Y ) dan Indeks Harga Konsumen ( P ).
5.2. Model Dasar : Dornbusch Sticky Price Models
Model yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah dalam penelitian ini mengacu pada model Pendekatan Moneter. Pemilihan model ini didasarkan pertimbangan bahwa model Dornbusch Sticky Price memasukkan unsur pengharapan nilai tukar valuta ( expected spot exchange rate ) dengan menggabungkan informasi dan ekuilibrium pasar dengan pengaruh tingkat inflasi yang diharapkan (expected inflation ) sehingga model ini lebih mendekati kondisi nyata.
Adapun spesifikasi model sebagai berikut ( Richard Baille dan Patrick Mc Mahon, hal 71 ) :
t = p t + p* t
– p t = k + f y t + l r t
m* – p* t = k* + f* y* t + l* r* t
– r* t = f + s t
t = E t s t+1
dimana : s : nilai tukar spot
f : nilai tukar forward
y : pendapatan nasional
p : tingkat harga
m : jumlah uang beredar
r : tingkat bunga
* : menunjukkan sata AS
Model tersebut kemudian dikembangkan oleh Dornbusch dengan memasukkan unsur kecepatan penyesuaian harga pada pasar barang dan jasa, yang menurutnya dianggap "sticky" ( kaku ). Model yang diformulasikan olehDornbusch sebagai berikut:
(m t – m*t ) – (p t – p*) = (k – k*) + f (yt – y*t) – l (rt – r*t) + e* (4)
( d t – d*t ) = g ( y t – y*) - s ( rt – r*t ) – w ( s t - pt – p*t ) (5)
( p t – p*t ) – ( p t-1 – p*t-1 ) = d [( dt – d*t ) – l ( yt – y*t )] + e* 2t (6)
( r t – r*t ) = E t s t+1 - s t - e* 3t (7)
dimana : d = permintaan barang domestik
t , 2t , 3t = mutually uncorrelated white noise
Dari persamaan (4), (5) dan (6) diderivasikan menjadi :
( p t – p*t ) = b + b (p t – p*) + b s t + t t (8)
dimana :
= [ 1 + ¶ ( w + s / l ) -1
= b ¶ w
  • = b 3 ( y t – y*t ) + b 4 ( m – m*t ) + u t
dan
= b ¶ ( g - 1 - s f / l )
= b ¶ s / l
= - b ¶ s ( k – k*) / l
t = b 2t – (b ¶ s / l ) / e 1t
Dari persamaan (4) dan (7), variabel harga dapat diturunkan menjadi :
(p t – p*) = - (k – k*) + f (yt – y*t) – l (mt – m*t) + l (E t s t+1 - s t) + u t (9)
dimana :
= e 1t + l e 3t
Expected depreciation dapat diformulasikan :
(r t – r*) = l [- (k – k*) + f (yt – y*t) – l (mt – m*t) + s t) ] (10)
Kemudian, persamaan (7) dapat digunakan untuk menurunkan interest rate (r) :
(r t – r*) = 1/l [(k – k*) + f (yt – y*t) – l (mt – m*t) + (pt – p*t) ] (11)
Dari persamaan (10) , (11) dan eleminasi (pt – p*t) dari persamaan (8) dan (9) maka di peroleh Model Dornbusch Sticky Price, dengan formulasi sebagai berikut :
 t = b + b (m t – m*) + b (yt – y*t) – b (pt- – p*t-1)
5.3. Alat Analisa
Setelah diketahui model yang digunakan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi fluktuasi nilai tukar, kemudian ditentukan alat analisa data. Metode yang digunakan untuk menganalisa adalah ECM ( Error Correction Model ). Model koreksi kesalahan mampu meliput banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi jangka pendek dan jangka panjang serta mengakaji konsistensi tidaknya model empirik dengan teori ekonomika. Selain itu, model ini mampu mencari pemecahan terhadap persoalan variabel runtun waktu yang tidak stasioner dan regresi lancung dalam ekonometrika ( Insukendro, 1999, hal.2 ).
Dengan mengacu pada pendekatan yang dikembangkan oleh Domowitzdan Elbadawi ( 1987 ), fungsi biaya kuadrat tunggal dapat dirumuskan :
C e t = e 1 ( X t – X t * ) 2 + e [ ( 1 – B ) X t - f t ( 1 – B ) Z 2
Dimana : komponen pertama : biaya penyesuaian
komponen kedua : biaya ketidakseimbangan
: faktor-faktor yang mempengaruhi Kurs
f ( Y , M , P )
Model dasar yang digunakan dalam penelitian ini :
t = b + b (m t – m*) + b (yt – y*t) – b (pt-1 – p*t-1)
Melakukan minimisasi fungsi biaya terhadap X t sehingga diperoleh :
= e 1 X t * + ( 1 - e ) B X - ( 1 - e ) ( 1 – B ) Z t .......... (12)
Dimana : Z t merupakan variabel independent yang berpengaruh terhadap Kurs
Persamaan ( 12 ) disubstitusikan ke dalam model dasar, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut :
= c 0 e + [c 1 e + ( 1 – e ) f 1] YX t – ( 1- e ) f 1 BYX t + [c 2 e + ( 1 – e ) f 2]
MX t + ( 1- e ) f 1 B M X t + [c 3 e + ( 1 – e ) f 3] P X t – ( 1- e ) f 3 BPX t
+ c ( 1 – e ) B S t
Sehingga diperoleh hasil model dinamis :
= g 0 + g YX + g MX + g PX + g BYX + g BMX +
BPX + g B [ YX + MX + PX - S t ] ........................... (13)
Berdasarkan model persamaan (13) kemudian ditransfer ke dalam bentuk model ECM yang telah diparamaterisasi menjadi :
= g 0 + g DYX + g DMX + g DPX + g BYX + g BMX +
BPX + g B [ YX + MX + PX - S t ] ........................... (14)
dimana : DX : X - X t-1
B : backward lag operator
Persamaan (14) dapat ditulis menjadi :
= g 0 + g DYX + g DMX + g DPX + g BYX + g BMX +
BPX + g B ECT
dimana : ECT : Error Correction Term
Dengan menggunakan model ECM maka mampu menjelaskan perilaku data baik jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk pengaruh jangka pendek dapat dilihat dari variabel independent yang didiferensikan,
VI. ANALISA DATA
6.1. Pengujian Unit Root.
Pengujian terhadap stasioneritas data pada penelitian ini menggunakan Uji Akar Unit Dickey-Fuller Test .Hasil pengujian unit roots terhadap variabel-variabel yang digunakan dalam analisa ini dapat diringkas sebagai berikut :
Tabel 1
Uji Stasioneritas Dickey Fuller
Variabel
Nilai DF
Variabel
Nilai ADF
D(KURS)
3,0983
**
D(KURS)
5,4657
*
D(Y)
0,3085
***
D(Y)
2,7889
***
D(M)
2,0565
***
D(M)
2,8793
***
D(P)
0,0719
***
D(P)
2,1201
***
Keterangan : * : signifikan 1 %
** : tidak signifikan 5 %
*** : tidak signifikan
Dari output analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa estimasi stasioneritas variabel memiliki derajat stasioneritas yang berbeda-beda. Variabel Kurs stasioner pada derajat 0 (nol) baik untuk DF maupun ADF. Sedangkan variabel lainnya, yaitu : Y, P dan M untuk nilai DF dan ADF-nya, tidak stasioner.
6.2. Pengujian Derajat Integrasi.
Uji Derajat Integrasi yang merupakan kelanjutan dari uji akar-akar unit apabila data ( variabel ) belum stasioner seluruhnya pada derajat 0 ( nol ). Pengujian ini dilakukan dengan menurunkan variabel sebanyak satu kali. Seperti halnya pada uji akar-akar unit, pengujian ini juga menggunakan Dickey Fuller Test
Hasil pengujian derajat integrasi terhadap variabel-variabel model dengan menggunakan Dickey Fuller Test dapat diringkas sebagai berikut :



Tabel 2
Uji Derajat Integrasi Dickey Fuller
Variabel
Nilai DF
Variabel
Nilai ADF
D(KURS,2)
10,869
*
D(KURS,2)
10,823
*
D(Y,2)
8,9015
*
D(Y,2)
8,7334
*
D(M,2)
4,5768
*
D(M,2)
5,5103
*
D(P,2)
10,326
*
D(P,2)
10,319
*
Keterangan : * : signifikan 1 %
Berdasarkan tabel 2 didapatkan bahwa seluruh nilai DF dan ADF dari semua variabel dalam model lebih besar dari MacKinnon Critical Value, sehingga disimpulkan bahwa semua variabel stasioner pada derajat 1 ( satu ) dengan menggunakan Dickey Fuller Test.
6.3. Pengujian Asumsi Klassik
6.3.1. Uji Otokorelasi
Dalam penelitian ini uji yang digunakan adalah Breusch Godfrey Test ( B - G Test), hasil pengolahan data adalah sebagai berikut:
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
3.062591
Probability
0.087417
Obs*R-squared
3.466115
Probability
0.062638
 Hasil perthitungan menunjukkan nilai c hitung = 3,4661 <>c tabel 27.9907 pada tingkat signifikansi 99 % atau tidak terdapat autokorelasi dalam model (Ho diterima).
6.3.2. Pengujian Heteroscedacity
Uji ini dilakukan dengan Metoda Glejser dengan cara meregresikan nilai absolut residual yang diperoleh atas variabel bebas. Hasil pengolahan data adalah sebagai berikut :




Tabel 3
Pengujian Heteroscedacity
Dependent Variable: ARES03
Variable
Coefficient
t-Statistic
Prob.
C
-771.3713
-0.339877
0.7356
DY
0.002899
1.462975
0.2507
DM
0.000244
0.162970
0.8713
DP
-11.09382
-1.026048
0.3106
BY
0.019194
0.185877
0.8534
BM
0.013546
0.131354
0.8961
BP
-9.734617
-1.272291
0.2101
BECT
-0.013369
-0.129705
0.8974
R-square
0.1382
F stat
0.9858
DW stat
1.9575
Dari hasil pengolahan data di atas dapat dilihat bahwa masing-masing variabel dependent tidak signifikan terhadap variabel independent, dimana tingkat signifikansi DY : 74,93 % , DM : 12,87 % dan DP : 68,94 %. Sehingga dapat disimpulkan heteroscedasticity diabaikan dalam model.
6.3.3. Pengujian Multicolinierity.
Untuk mengetahui ada tidaknya multicolinieritas dilakukan uji dengan meregres model utama maupun model parsial, kemudian dibandingkan Rhitung regresi parsial dengan R hitung model utama. Hasil regresi kedua model dapat disajikan sebagai berikut :
Tabel 4
Pengujian Multicolinearity
 Model Utama
Variabel Dependent : Dkurs
Variable
Coefficient
t-Statistic
Prob.
C
14264.35
3.836322
0.0004
DY
0.001399
0.431025
0.6686
DM
0.004590
1.872686
0.0679
DP
7.684638
0.433825
0.6666
BY
-0.883362
-5.221509
0.0000
BM
-0.881974
-5.220198
0.0000
BP
17.24511
1.375744
0.1760
BECT
0.882807
5.227873
0.0247
R-square
0.4910
DW stat
1.9557
F stat
5.9265
Model Parsial
 Nilai
Dep.Var. Y
Dep.Var. M
Dep.Var. P
R-square
0.4890
0.3016
0.2170
D-W stat
2.0041
2.7402
2.4431
F stat
6.1204
2.6537
1.7034
Berdasarkan hasil pengujian di atas, dapat dilihat bahwa nilai R-square dari ketiga variabel dependent dari Model Parsial, yaitu : Y = 0.4890 ; M = 0.3016 dan P = 0.2667 lebih kecil dari nilai R-square Model Utama = 0.4910. Sehingga, dengan mengacu pada dasar pengambilan keputusan maka dapat disimpulkan bahwa multicollinearity dalam model dapat diabaikan.
  1. Estimasi ECM Model Dornbusch
Penelitian ini akan menggunakan model ECM yang dikembangkan dari model dasar Dornbusch Sticky Price sebagai berikut :
Dkurs = a + a 1 DY + a DM + a 3 Dp + a BY + a BM + a BP + a 7BECT
Hasil pengolahan data disajikan pada tabel dibawah ini :
Tabel 5
Estimasi ECM Model Dornbusch
Variabel Dependent : Dkurs
Variable
Coefficient
t-Statistic
Prob.
C
14264.35
3.836322
0.0004
DY
0.001399
0.431025
0.6686
DM
0.004590
1.872686
0.0679
DP
7.684638
0.433825
0.6666
BY
-0.883362
-5.221509
0.0000
BM
-0.881974
-5.220198
0.0000
BP
17.24511
1.375744
0.1760
BECT
0.882807
5.227873
0.0247
R-square
0.4910
DW stat
1.9557
F stat
5.9265
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa nilai probabilitas ECT : 0.0247 mengindikasikan hasil regresi signifikan, berarti model ECM adalah valid dan variabel yang diamati berkointegrasi. Apabila dilihat dari nilai R-square yang mempunyai nilai: 0.4910 mengandung arti bahwa 49.10 % dari variasi variabel dependent ( Kurs ) mampu dijelaskan oleh variasi himpunan variabel pendapatan nasional, jumlah uang beredar dan harga. Nilai R square yang rendah disebabkan model ECM yang diestimasi adalah variabel dalam bentuk first difference, sehingga nilainya akan jauh lebih kecil dibandingkan nilai R square untuk estimasi variabel dalam bentuk level.
Sedangkan nilai F-stat : 5.9265 yang lebih besar dari F tabel : 4.98 signifikan pada 1 % mengimplikasikan bahwa secara bersama-sama variabel independent mempengaruhi variabel dependent.
Selanjutnya dalam analisa jangka pendek menunjukkan bahwa hanya variabel independent jumlah uang beredar ( DM ) signifikannya mempengaruhi variabel dependent (Kurs) dengan tingkat signifikansi 93,31 %. Sedangkan variabel pendapatan nasional (DY) dan harga (DP) tidak signifikan mempengaruhi variabel Kurs, dengan tingkat signifikansi 33,14 % dan 33,34 %.
6.5. Analisis Koefisien Regresi Jangka Panjang
Untuk analisis jangka panjang, perlu mengetahui terlebih dahulu koefisien regresi dan deviasi jangka panjangnya, yang dapat dihitung dengan menaksir besaran koefisien regresi dan matriks varian-kovarian parameter yang bersangkutan. Dengan diketahui nilai kedua hal tersebut dapat digunakan untuk mengamati hubungan jangka panjang antar vektor variabel ekonomi.
Hasil perhitungan terhadap variabel dalam model dalam analisis koefisien regresi jangka panjang dapat disajikan sebagai berikut :
Tabel 6
Hasil Pengujian Regresi Jangka Panjang
Kurs
=
-18301,79
+
1,13346 Y
+
1,13165 M
-
22,1276 P
t-hit
0,00026
5,2199
3,934
0,0797
Berdasarkan hasil analisis jangka panjang yang diperoleh dari estimasi dengan menggunakan model koreksi kesalahan dapat disimpulkan bahwa variabel pendapatan nasional ( Y ) dan jumlah uang beredar ( M ) dalam jangka panjang mempengaruhi variabel Kurs dengan derajat signifikansi 99 %. Sedangkan variabel harga ( P ) tidak signifikan terhadap variabel Kurs, hal ini juga sesuai dengan analisa jangka pendek.
6.6. Pengujian Normalitas dan Linieritas
Hasil estimasi terhadap pengujian normalitas dan linieritas untuk modelDornbusch dapat diringkas sebagai berikut :
Tabel 7
Uji Normalitas dan Linieritas
Pengujian
Indikator
Nilai
Normalitas – JB Test
Jarque-Bera
2.1446
Linieritas – Ramsey Test
F-stat
0.1207
Pengujian Normalitas mempunyai asumsi bahwa distribusi probabilitas dari gangguan t memiliki rata-rata yang diharapkan sama dengan nol, tidak berkorelasi dan mempunyai varian yang konstan. Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Jarque-Bera Test. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa nilai J-B : 2.1446 yang nilainya lebih kecil dari nilai c tabel 27.997, artinya residual t model berdistribusi normal pada tingkat signifikansi 99 %.
Uji Linieritas digunakan untuk melihat apakah spesifikasi model yang digunakan sudah benar atau tidak. Dengan menggunakan uji ini dapat dihindari adanyaspecification error atau misspecification. Dalam penelitian ini uji yang digunakan adalah Ramsey Test dengan general test of specification atau RESET. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa nilai F-stat : 0.1207 <>
VII. PEMBAHASAN
Analisis jangka pendek menunjukkan bahwa hanya variabel jumlah yang beredar (M) yang mampu menjelaskan variasi variabel Kurs dengan tingkat signifikansi 93,21 %. Sedangkan koefisien jumlah uang beredar positif menunjukkan kenaikan jumlah uang beredar sebesar 1 % akan mendorong penurunan mata uang Rupiah (depresiasi) sebesar 0.0045 %. Ini disebabkan kenaikan jumlah uang beredar dalam negeri ( relatif terhadap stok uang luar negeri ) akan meyebabkan kelebihan penawaran uang ( exess supply ).
Hal di atas mengindikasikan bahwa kebijakan moneter yang berkaitan dengan jumlah uang beredar ( permintaan dan penawaran valas ) sangat mempengaruhi stabilitas nilai tukar. Sehingga peran pemerintah ( Bank Indonesia ) melalui intervensinya di pasar valuta asing akan sangat mempengaruhi stabilitas nilai tukar. Tujuan dan motif intervensi mempunyai sasaran yang sangat luas sifatnya sehingga sulit untuk menilai apakah intervensi dapat dijadikan instrumen kebijakan moneter yang efektif dan membawa hasil yang diharapkan. Ini disebabkan banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas nilai tukar antara lain : perbedaan tingkat bunga relatif, perbedaan tingkat inflasi relatif, perubahan ekspektasi, kebijakan makro yang buruk. Meskipun demikian menurut penelitian Reserve Bank of Australia, suatu kegiatan intervensi yang dilakukan secara hati-hati dan dengan analisa yang mendalam dapat mencapai hasil sesuai yang diharapkan.
Tetapi pada saat ini sistem nilai tukar yang digunakan adalah free exchange rate (dirty) dimana campur tangan pemerintah ( intervensi ) relatif kecil, karena pada sistem ini lebih menekankan pada mekanisme pasar. Oleh karena itu, hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah dengan memberikan "stimulus" sehingga pasar valuta asing lebih efisien.
Selain itu, otoritas moneter dalam melakukan intervensi dalam skala relatif kecil harus mempunyai strategi dengan mempertimbangkan beberapa faktor yang mempengaruhi intervensi tersebut. Kemungkinan strategi pertama dengan menggunakan "cap" pada level tertentu, dimana bila level tersebut tercapai maka pemerintah wajib "step in" untuk memberitahukan pasar bahwa level tersebut sudah dianggap berlebihan. Strategi kedua, dengan menggiring pasar untuk mencapai level tertentu sesuai dengan persepsi otoritas moneter ( Rasmo Samiun, 1988 )
Dalam analisa jangka pendek pemerintah ( Bank Indonesia ) tidak dapat menggunakan variabel pendapatan nasional ( Y ) dan harga ( P ) untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Hal ini disimpulkan dari tingkat signifikansi yang rendah yaitu 33,14 % untuk variabel Y dan 33,34 % untuk variabel inflasi.
Untuk analisis jangka panjang, pemerintah dapat menggunakan variabel pendapatan nasional ( selain jumlah uang beredar ) dalam menstabilkan nilai tukar rupiah. Hal ini didasarkan pada koefisien regresi jangka panjang yang dapat disimpulkan bahwa variabel pendapatan nasional dalam jangka panjang mempengaruhi variabel Kurs dengan derajat signifikansi 99 %. Sedangkan variabel jumlah uang beredar ( M ) dalam jangka panjang juga signifikan mempengaruhi pergerakan variabel Kurs dengan tingkat signifikansi 99 % .
Pengaruh pendapatan nasional terhadap nilai tukar dapat dilihat melalui perubahan cash flow valuta asing melalui varibel ekspor – import , investasi asing, perbedaan tingkat bunga relatif. Aktivitas dan perubahan pada ketiga variabel tersebut menyebabkan aliran valuta asing suatu negara akan berubah. Pada waktu aliran dana masuk meningkat akan mempunyai kecenderingan meningkatkan nilai tukar mata uang domestik ( apresiasi rupiah ) demikian pula sebaliknya.
Untuk variabel harga ( P ) tidak dapat digunakan oleh pemerintah untuk menstabilkan nilai tukar baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Tingkat signifikansi harga terhadap variabel Kurs, untuk jangka pendek sebesar 33,34% sedangkan jangka panjang sbesar 22,12 % sehingga disimpulkan bahwa harga tidak signifikan mempengaruhi kurs. Hal ini disebabkan perekonomian di Indonesia (negara sedang berkembang ) masih terdapat banyak restriksi dalam perdagangan. Sehingga harga yang terjadi tidak mencerminkan kekuatan sebenarnya supply dan demand yang sebenarnya.
Selain itu, dalam teori Purchasing Power Parity ( PPP ) yang menjelaskan hubungan antara harga dengan kurs terdapat kelemahan-kelemahan yang menyebabkan pentimpangan dalam teori PPP. Kelemahan itu antara lain : (1) Masalah uji validitas untuk menghitung indeks harga yang akurat. Di banyak negara penghitungan indeks harga menggunakan metode yang tidak sama ( mencakup banyaknya item/ komponen dalam perhitungan indeks ) , sehingga tidak ada "standardisasi" perhitungan harga. (2) Masih terdapatnya restriksi dalam perdagangan internasional yang menyebabkan meningkatnya perbedaan harga yang disebabkan karena munculnya biaya lain-lain . (3) Masalah statistik dalam derivasi PPP berupa : kesalahan pengukuran perbedaan inflasi, penentuan kesinambungan variabel nilai tukar dari inflasi.
VIII. SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Estimasi Model Dornbusch Sticky Price dengan menggunakan Error Correction Model menunjukkan bahwa hasil ECT nilai Prob. mendekati angka nol, yaitu sebesar 0,0247, sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan valid dan dapat digunakan untuk analisis jangka panjang.
2. Analisa jangka pendek menunjukkan bahwa hanya variabel jumlah uang beredar yang secara statistik signifikan terhadap fluktuasi Kurs, sedangkan variabel pendapatan nasional dan harga tidak signifikan. Arah pergerakan ketiga variabel sama, ini ditunjukkan semua nilai koefisiennya positif. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan variabel-variabel independent akan mengakibatkan nilai tukar rupiah turun ( depresiasi ).
3. Sedangkan dalam jangka panjang, variabel jumlah uang beredar dan pendapatan nasional signifikan mempengaruhi fluktuasi Kurs, sedangkan variabel harga tidak signifikan. Terhadap pergerakan antara variabel independent dan variabel dependent menunjukkan bahwa variabel jumlah uang beredar dan pendapatan nasional ( yang signifikan ) mempunyai koefisien negatif, artinya kenaikan kedua variabel tersebut akan mendorong nilai tukar rupiah naik ( apresiasi ). Tetapi variabel harga ( tidak signifikan ) mempunyai koefisien positif, artinya kenaikan variabel itu akan menyebabkan nilai tukar Rupiah turun ( depresiasi ).
DAFTAR PUSTAKA :
Anthony Saunders, 1994, "Financial Instiyution Management", IRWIN
Batiz F I dan Luis Rivera, 1985,"International Finance and Open Economy", Mc Millan Publishing Comp., New York
Caramazza Francesco dan J Aziz, 1997, Fixed or Flexible ? Getting The Exchange Rate Right in The 1990’s, World Economic Outlook, ch. 4
David Longworth, 1981, Testing The Efficiency of Canadian UD Dollar Exchange Market Under The Asumption of No Risk Premium, Journal of Finance, vol. 36
Dennis R Appleyard dan Alfred J F, 1995, International Economic, IRWIN
Domowitz I dan I Elbadawi, 1987, An Error Correction Approach to Money Demand : The Case of Sudan, Journal of International Economic 8, hal. 157-161
Dornbusch, 1987, Exchange Rate Economic, Economic Journal, vol. 97
Dornbusch dan Fisher, 1993, Makroekonomi ( terjemahan ), Erlangga, Jakarta.
Douglas W Caves dan Edgar L Fiege, 1988, Efficient Foreign Exchange Market and The Monetary Approach to Exchange Rate Determination, The American Economic Review,Vol.70 no. 1
Edy Dwi T, 1998, Fundamental Ekonomi, Contagion Effect dan Krisis Asia, Buletin Moneter dan Perbankan, vol. 1 no. 2
Emil Maria Clasen, 1997, "Global Monetary Economic", Oxford University Press
Engle RF dan Granger, 1987, Cointegration and Error Correction Representation, Estimating and Testing, Econometrica 55.
Fama Eungene, 1981, Efficient Capital Market : A Review of Theory and Empirical Work, Journal of Finance, vol. 14
Frankel J A dan Michel Mussa, 1992, The Efficiency of Foreign Exchnage Market and Measures of Turbulance, American Economic Review, vol. 70
Gujarati D, 1995, "Basic Econometric" , Mc Graw Hill Inc.
Hariadi R, 1998, Analisis Efisiensi Pasar Valuta Asing di Lima Negara Asia Menggunakan Uji Kointegrasi, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbenkan, vol. 1 no.3
Insukendro, 1984, Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Cadangan Devisa dan Angka Pengganda Uang Terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia, Ekonomi dan Keuangan Indonesia, vol. 4
------------ , 1992, Pembentukan Model Dalam Penelitian Ekonomi, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, no. 1 th. VII, Yogyakarta
-------------- , 1990, Komponen Koefisien Regresi Jangka Panjang Model Ekonomi : Sebuah Studi Kasus Impor Barang di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, vol. 5 no. 2
-------------- , 1999, Pemilihan Model Ekonomi Empirik Dengan Pendekatan Koreksi Kesalahan, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, vol. I no. 14
Jack C Francis, 1985, Inventment : Analysis Management, Mc Graw Hill Inc.
Jerome L Stein, 1980, The Dinamic of Spot and Forward Prices in an Efficient Foreign Exchange Market With Rational Expectation, The American Economic Review, vol.70 no. 4
Josephine Wuri, 1997, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kurs, Thesis Program Pasca Sarjana UGM, Tidak Dipublikasikan
Laurence S Copeland, 1985, Exchange Rate and International Finance, Addison-Weley Publishing Comp.
Maurice D Levi, 1981, "International Finance : The Market and Financial Management of Multinational Business, Mc Graw Hill Inc.
Miranda Goeltom dan Doddy Z, 1998, Manajemen Nilai Tukar di Indonesai,Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, vol. 1 no. 2
Mudrajat Kuncoro, 1996, "Manajemen Keuangan International", BPFE, Yogyakarta
Paul de Grauwe, 1996, "International Money : Postwar Trends and Theories",Oxford University Press.
Paul Holden, Merle Holden dan Esther C Suss, 1979, The Determinants of Exchange Rate Flexibility : an Empirical Investigation, The Review of Economic and Statistic, vol. LXI no. 3
Rasmo Saimaun, 1988, Evaluasi Program Intervensi di Pasar Valuta Asing Dalam Rangka Stabilisasi Nilai Tukar, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan , vol. 1 no. 3
Ricard A Meese dan Keneth Rogoff, 1983, Empirical Exchange Rate Models of The Seventies, Journal of International Economic, nol. 23
Richard Baille dan Patrick Mc Mahon, 1989, Foreign Exchnage Market : Theory and Empirical Envidence, Cambridge University Press
Richard Baille, Robert E Lippens dan Patrick McMahon, Testing Rational Expectation and Efficiency in The Foreign Exchange Market,Econometrica, vol 51 No. 3
Ronald Mc Donald dan Mark P Taylor, 1987, Exchange Rate Economic : a Survey, IMF Staff Papers, vol. 39 no. 1
----------------- , 1993, The Monetary Approach : Rational Expectation, Lonf Run Equilibrium and Forecasting, IMF Staff Papers, vol. 40 no. 1
Richard V L Cooper, Efficient Capital Market and The Quantity Theory of Money,Journal of Finance, vol. 21
Roger D Huang, 1981, The Monetary Approach to Exchange Rate in an Efficient Foreign Market : The Test Base on Volatility, Journal of Finance, vol. 36
Stein J L, 1961, The Stimultaneus Determination of Spot and Future Prices,American Economic Review, vol. LI no. 5
Siegel Jeremy J, 1972, Risk Interext Rate and the Forward Exchange, Quartery Journal of Economic , vol 82
Sjamsul Arifin, 1998, Efektifitas Kebijakan Suku Bunga Dalam Rangka Stabilisasi Rupiah di Masa Krisis, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, vol. 1 no. 3
Tomas R L, 1997, " Modern Econometric", Addison Wesle Logman.
Waluyo D Budi dan Siswanto, 1998, Peranan Kebijakan Nilai Tukar Dalam Era Globalisasi, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, vol. 1 no. 1
W Bradfors Cornell dan J Kimball Dietrich, The Efficiency Of the Market For Foreign Exchange Under Floating Exchange Rate, The Review of Economic and Statistic, vol. X no. 2


Tidak ada komentar:

Posting Komentar